Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para sahabat dan pengunjung setia Jaka Adhitea Blog. Kali ini admin akan berusaha menyajikan rangkaian catatan tokoh-tokoh yang tercatat dalam sejarah Islam agar tidak tenggelam ditelan oleh kemajuan zaman.
Saat perang Badar meletus di tahun ke-2 Hijriah, kaum musyrik Quraisy tak mampu membendung perlawanan muslimin. Merasa tidak terima dengan kekalahan kaumnya, seorang pembesar Quraisy yang bernama Abu Sufyan merencanakan pembalasan di tahun berikutnya. Dengan strategi yang matang serta persiapan yang maksimal, ia mampu dan yakin dapat mengalahkan muslimin di medan Uhud.
Abu Sufyan yang memiliki nama asli Sakhar bin Harb dikenal sebagai pemuka Quraisy dari Abi Syam yang terkenal akan kecerdasan serta kaya raya. Kekayaannya ia dapat dari keahliannya dalam berdagang yang diturunkan dari keluarganya. Keahliannya dalam berdagang inilah yang membuat ia seringkali dipercaya untuk memimpin kafilah dagang Quraisy ke negeri Syam atau Yaman. Keturunan dan posisinya tersebut menjadikan ia sosok yang terpandang dalam tatanan masyarakat Mekkah. Maka ketika ia dan pemuka Quraisy lainnya mengetahui kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka tidak mau menerima kebenaran tersebut. Kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam akan mengancam posisi mereka sebagai tokoh terpandang di kota Mekkah.
Berbagai cara dilakukan untuk menghentikan upaya penyebaran dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tak terkecuali dengan Abu Sufyan yang dikenal sebagai saudagar kaya. Tak sedikit ia menyumbangkan hartanya untuk mempertahankan posisinya dari ancaman kenabian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Padahal ia juga dikenal sebagai seorang yang pelit pada keluarganya.
Ada 2 sifat yang kontradiktif yang ada pada diri seorang Abu Sufyan yang menyatu dalam dirinya. Di satu sisi ia menurut istrinya yaitu Hindun binti Utbah, Abu Sufyan adalah orang yang kaya raya tapi pelit bahkan kepada istri dan anak-anaknya. Di sisi lainnya Abu Sufyan adalah seorang yang royal dan suka menghambur-hamburkan uangnya sangat banyak di masyarakat karena ia mempunyai target dan targetnya adalah mendapatkan posisi dan jabatan.
Hal itu tentu sangat aneh ketika memiliki dua sisi yang sangat bertolak belakang seperti yang ada pada diri Abu Sufyan, dimana di satu sisi ia pelit mengeluarkan hartanya kepada keluarganya dan di sisi lainnya ia sangat royal mengeluarkan hartanya kepada teman, sahabat, masyarakatnya. Tapi ia mempunyai ambisi tertentu dan berarti pemberiannya yang royal ini tidak ikhlas, di sisi lain dia pelit kepada keluarganya dan ini menunjukkan ada sesuatu yang salah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyampaikan:
“Dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)
Artinya jika kita berbuat baik kepada siapapun maka mulailah perbuatan baik itu dari orang yang kau tanggung. Lalu siapa orang yang kita tanggung? Urutan siapa orang yang kita tanggung dalam kehidupan kita menurut Islam pertama dimulai dari [1]diri kita sendiri sebagai kepala rumah tangga, [2]pasangannya, [3]anak-anaknya dan terakhir [4] orang tuanya.
Hal itu tentu sangat aneh ketika memiliki dua sisi yang sangat bertolak belakang seperti yang ada pada diri Abu Sufyan, dimana di satu sisi ia pelit mengeluarkan hartanya kepada keluarganya dan di sisi lainnya ia sangat royal mengeluarkan hartanya kepada teman, sahabat, masyarakatnya. Tapi ia mempunyai ambisi tertentu dan berarti pemberiannya yang royal ini tidak ikhlas, di sisi lain dia pelit kepada keluarganya dan ini menunjukkan ada sesuatu yang salah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyampaikan:
ﻭَﺍﺑْﺪَﺃْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗَﻌُﻮﻝُ
“Dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Bukhari)
Artinya jika kita berbuat baik kepada siapapun maka mulailah perbuatan baik itu dari orang yang kau tanggung. Lalu siapa orang yang kita tanggung? Urutan siapa orang yang kita tanggung dalam kehidupan kita menurut Islam pertama dimulai dari [1]diri kita sendiri sebagai kepala rumah tangga, [2]pasangannya, [3]anak-anaknya dan terakhir [4] orang tuanya.
Tak lama setelah umat muslim hijrah ke Madinah, kaum Quraisy melanjutkan aktifitas perekonomian mereka dengan berdagang di negeri Syam. Abu Sufyan sebagai seorang dengan keahlian berdagang mendapat kepercayaan untuk memimpin kafilah tersebut, sebab perjalanan dagang mereka tidak lagi aman seperti biasanya. Mereka akan melewati jalur Madinah yang saat itu sudah menjadi tempat tinggal Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya.
Maka benar saja setelah kembali dari Syam, muslimin sudah menunggu kedatangan kafilah dagang Quraisy. Namun sesungguhnya umat muslimin hanya ingin mengambil hak atas harta mereka yang telah disita kaum Quraisy saat hijrah ke Madinah. Abu Sufyan yang sudah membaca gelagat kejadian ini, segera mengambil keputusan untuk mengamankan harta milik Quraisy dengan cara mengubah rute perjalanan.
Pasukan Quraisy yang sudah diberangkatkan untuk mengamankan kafilah dagang Abu Sufyan dihimbau untuk kembali ke Mekkah, karena kafilah dagang pimpinan Abu Sufyan telah berhasil lolos dari kepungan umat muslimin. Namun tokoh Quraisy lainnya yakni Abu Jahal, justru menginginkan terjadinya peperangan.
Di perang perdana pada tahun ke-2 Hijriah, Allah subhanahu wa ta‘ala menunjukkan kuasanya atas Muslim. Meski tidak sebanding dengan jumlah pasukan Quraisy, muslimin berhasil mengalahkan Quraisy dan membunuh pemimpin mereka yakni Abu Jahal dan pembesar Quraisy lainnya. Kekalahan ini menjadi duka yang amat mendalam bagi masyarakat Quraisy, tak terkecuali Hindun binti Utbah istri dari Abu Sufyan yang ayah dan keluarganya tewas di medan Badar.
Abu Sufyan kemudian menjadi pemimpin yang berkuasa atas pengambilan keputusan-keputusan Quraisy selanjutnya. Baginya kekalahan di medan Badar harus dibalas dengan pembalasan yang setimpal, hampir setahun lamanya Abu Sufyan mempersiapkan segalanya. Hingga tahun ke-3 Hijriah, 3000 pasukan Quraisy bertemu muslimin di gunung Uhud.
Perang pun meletus sengit, muslimin hampir memperoleh kemenangannya lagi. Akan tetapi tindakan yang dilakukan oleh pasukan pemanah di bukit Uhud membuat kemenangan hanya menjadi bayangan semata. Sebuah tindakan yang membuat pasukan Quraisy di bawah komando Khalid bin Walid yang saat itu belum memeluk Islam dengan mudah kembali menyerang muslimin hingga kocar-kacir !!!
Muslimin pun harus menerima kekalahan dengan ditandai terbunuhnya panglima perang Hamzah bin Abdul Muthalib paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam oleh lesatan tombak yang dilemparkan oleh Wahsyi bin Harb. Abu Sufyan puas dengan kemenangannya walaupun ia belum berhasil membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabat lainnya.
Setelah mengalami kekalahan, muslimin menyelamatkan diri sebagian dari mereka naik ke atas celah yang ada di gunung Uhud. Maka Abu Sufyan pun dari bawah gunung berteriak, “apa ada diantara kalian Muhammad?”
Semua pun diam karena Nabi memerintahkan untuk diam. Abu Sufyan pun berpikir kalau Muhammad sudah tidak ada. Lalu ia kembali berteriak, “apakah ada diantara kalian Abu Bakar?”
Abu Bakar pun diam karena diperintahkan Nabi untuk diam. Abu Sufyan pun berpikir kalau Abu Bakar sudah tidak ada. Lalu ia kembali berteriak, “apakah ada diantara kalian Umar?”
Umar bin Khattab begitu namanya disebut dia tidak tahan untuk tidak menjawab maka dia berteriak, “saya ada disini”. Akhirnya karena Umar sudah terlanjur berbicara maka Umar yang berada di atas gunung Uhud diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berhadapan berbicara dengan Abu Sufyan yang berada di bawah dan terjadi dialog antara keduanya.
Abu Sufyan berkata, “wahai Umar ini perang dan hari ini kami sudah bisa membalas kekalahan di perang Badar.”
Maka Umar pun menjawab berdasarkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Umar berkata, “oh tidak sama, yang terbunuh diantara kalian berada di Neraka dan yang terbunuh diantara kami berada di Surga, bagaimana bisa sama.”
Lalu Umar pun diminta untuk turun dari atas bukit, kemudian Umar diizinkan turun oleh Nabi dan setelah Umar turun mereka melanjutkan dialog mereka. Sebenarnya Abu Sufyan hanya ingin memastikan apakah mereka telah berhasil membunuh Rasulullah dan sahabat lainnya. Maka Abu Sufyan pun bertanya pada Umar, “wahai Umar, apakah Muhammad, Abu Bakar telah terbunuh?”
Umar menjawab, “tidak, mereka semua masih sehat bahkan mereka berdua sekarang sedang mendengar suara kita ini.”
Abu Sufyan tidak tahu dan tidak melihat dimana Nabi dan dimana Abu Bakar tapi Abu Sufyan hanya berkata, “kalau memang benar begitu perkataanmu maka kamu lebih saya percaya dibandingkan Ibnu Qomi‘ah karena dia yang salah menduga bahwa dia telah membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Semua pun diam karena Nabi memerintahkan untuk diam. Abu Sufyan pun berpikir kalau Muhammad sudah tidak ada. Lalu ia kembali berteriak, “apakah ada diantara kalian Abu Bakar?”
Abu Bakar pun diam karena diperintahkan Nabi untuk diam. Abu Sufyan pun berpikir kalau Abu Bakar sudah tidak ada. Lalu ia kembali berteriak, “apakah ada diantara kalian Umar?”
Umar bin Khattab begitu namanya disebut dia tidak tahan untuk tidak menjawab maka dia berteriak, “saya ada disini”. Akhirnya karena Umar sudah terlanjur berbicara maka Umar yang berada di atas gunung Uhud diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berhadapan berbicara dengan Abu Sufyan yang berada di bawah dan terjadi dialog antara keduanya.
Abu Sufyan berkata, “wahai Umar ini perang dan hari ini kami sudah bisa membalas kekalahan di perang Badar.”
Maka Umar pun menjawab berdasarkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Umar berkata, “oh tidak sama, yang terbunuh diantara kalian berada di Neraka dan yang terbunuh diantara kami berada di Surga, bagaimana bisa sama.”
Lalu Umar pun diminta untuk turun dari atas bukit, kemudian Umar diizinkan turun oleh Nabi dan setelah Umar turun mereka melanjutkan dialog mereka. Sebenarnya Abu Sufyan hanya ingin memastikan apakah mereka telah berhasil membunuh Rasulullah dan sahabat lainnya. Maka Abu Sufyan pun bertanya pada Umar, “wahai Umar, apakah Muhammad, Abu Bakar telah terbunuh?”
Umar menjawab, “tidak, mereka semua masih sehat bahkan mereka berdua sekarang sedang mendengar suara kita ini.”
Abu Sufyan tidak tahu dan tidak melihat dimana Nabi dan dimana Abu Bakar tapi Abu Sufyan hanya berkata, “kalau memang benar begitu perkataanmu maka kamu lebih saya percaya dibandingkan Ibnu Qomi‘ah karena dia yang salah menduga bahwa dia telah membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”
Itulah mereka kaum kafir, walaupun mereka berteman sejatinya mereka tidak satu hatinya, mereka tahu bahwa muslimin itu jujur sekali tapi muslimin itu adalah orang yang sangat mereka musuhi.
Lalu apa tindakan Abu Sufyan selanjutnya?
Akankah tergerak hatinya untuk memeluk Islam?
Silahkan baca lanjutan kisahnya di Abu Sufyan bin Harb (Part 2).....
Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.....
share this article on
0 Response to "Abu Sufyan bin Harb (Part 1)"
Post a Comment