Abu Sufyan bin Harb (Part 2)



Kisah kali merupakan lanjutan dari kisah sebelumnya. Bagi sahabat Jaka Adhitea Blog yang belum membacanya, silahkan dibaca terlebih dahulu disini.
Bagi yang sudah membacanya, mari kita simak lanjutan kisahnya....


Di tahun selanjutnya hampir tidak ada pergesekan yang terjadi antara Quraisy dan Muslim. Apalagi setelah perjanjian damai yang terjadi pada tahun ke-6 Hijriah, hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa Quraisy semakin takut dengan pergerakan muslimin. Namun di tahun ke-7 Hijriah terjadi pelanggaran yang dilakukan Quraisy atas muslimin. Suku-suku di bawah naungan Quraisy menyerang suku-suku yang ada di bawah naungan muslimin Madinah.

Penyerangan ini membuat Abu Sufyan marah sekaligus takut akan reaksi muslimin. Tanpa basa-basi Abu Sufyan langsung mengarahkan tunggangannya ke Madinah untuk memohon maaf kepada muslimin dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan setelah sampai di Madinah, Abu Sufyan harus mengemis kepada kaum muslimin untuk memohon maaf.

Pada pagi di hari itu juga Abu Sufyan langsung bergegas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta maaf, tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya diam, tidak menjawab, tidak berkomentar dan hanya diam saja. Karena bingung Abu Sufyan pergi menemui Abu Bakar, tapi Abu Bakar pun hanya diam seperti halnya yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lakukan.

Lalu Abu Sufyan pergi ke Umar dan merayu Umar agar memberikan jalan supaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mau memaafkan kaumnya. Maka Umar mengeluarkan kalimat, “wahai Abu Sufyan, seandainya saya hanya tinggal mempunyai kayu kecil ini untuk memerangi kamu maka kamu akan saya perangi sekarang.” itu kalimat Umar.

Karena sudah tidak menemui jalan maka ia bertemu dengan Ali bin Abi Thalib, ada Fatimah dan putranya yang masih kecil yakni Hasan. Kemudian Abu Sufyan pun mengemis kepada anak kecil, apalagi jarak usia antara Abu Sufyan dan Ali terpaut sangat jauh sekali, sekitar 40 tahun. Bisa kita bayangkan seorang pembesar Quraisy mengemis dan merengek kepada anak kecil dan tujuannya hanya satu yaitu merayu Ali bin Abi Thalib agar mau memintakan maaf kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Abu Sufyan berkata, “wahai Ali, berikan saya jalan.”

Ali menjawab, “saya tidak bisa membantu, tapi kalau kau mau besok keluarlah dan berteriaklah agar seluruh masyarakat berkumpul lalu kamu umumkan bahwa kamu menyerahkan diri kepada masyarakat muslim ini, setelah itu kamu pergi lalu tinggalkan.”

Lalu Abu Sufyan bertanya lagi, “apakah dengan cara seperti itu saya akan dimaafkan?”

Ali menjawab, “saya tidak tahu.”

Ali kemudian berkata kepada Fatimah, “Fatimah apakah Hasan bisa membantu Abu Sufyan?”. Tapi Fatimah dan Hasan juga tidak bisa membantu. Lihatlah bagaimana Allah menghinakan orang-orang kafir yang dulunya mulia dan hebat, seorang pemimpin tinggi yang nyaris tak tersentuh oleh apapun dengan keangkuhannya, berhati-hatilah karena ada masanya ketika orang dzalim dan durhaka kepada Allah jatuh sampai setingkat itu hinanya.

Di tahun selanjutnya, 10.000 umat Muslim datang ke Mekkah secara mengejutkan. Abu Sufyan sebagai pemimpin Quraisy Mekkah tak mampu berbuat apa-apa atas kedatangan pasukan Muslim yang begitu banyak. Ia lantas bertemu Abbas bin Abdul Muthalib untuk dibawa menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di peristiwa inilah Abu Sufyan akhirnya mau mengakui kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tepat di dalam tenda tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada. Keislamannya baru ia nyatakan setelah mengalami rentetan peristiwa kejayaan muslimin.

Peristiwa ini merupakan sebuah pelajaran karena terkadang hidayah itu hadir setelah sekian banyak melalui perjalanan hidup seperti Abu Sufyan. Karena orang-orang yang mempunyai kekuasaan, banyak hartanya dan seorang pemimpin biasanya baru mendapat petunjuk atau hidayah Allah ketika sudah jatuh seperti halnya Abu Sufyan, semua sudah jatuh dan tidak ada yang diharapkan lagi. Seharusnya orang-orang besar tidak perlu menunggu jatuh dulu baru mau bertaubat kepada Allah karena hal itu sangat menyakitkan. Belajarlah dari Abu Sufyan, jangan menunggu jatuh dulu baru mau bertaubat, sekarang saatnya.

Akhirnya Abu Sufyan pun masuk Islam, hari itu merupakan hari yang sangat bersejarah. Ia masuk Islam karena tidak ada lagi yang bisa dibanggakannya, kekuatan pasukan ia tidak mungkin bisa menandingi kekuatan pasukan Muslim, kepemimpinan ia sudah sangat jatuh, satu persatu anak buahnya masuk Islam hingga ia sendiri masuk Islam. Begitu Abu Sufyan masuk Islam ia diminta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pulang lebih dulu ke Mekkah dalam rangka menyiapkan agar tidak ada pertumpahan darah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mau ada pertumpahan darah. Maka kemudian Nabi meminta Abu Sufyan agar mengumumkan bahwa pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan datang, maka kalau mau aman masuklah ke Ka’bah dan sekitarnya, masuk ke rumah masing-masing tutup pintu dan jendela atau masuk ke rumah Abu Sufyan.

Mengapa ada pilihan masuk ke rumah Abu Sufyan? Inilah cerdasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ini karena beliau tahu bahwa Abu Sufyan baru semalam masuk Islam, sementara sifat jahiliyahnya masih banyak diantaranya ialah sifat ambisius terhadap jabatan. Begitu Abu Sufyan masuk Islam kemudian oleh Nabi diberi kepercayaan bahwa masuk rumah Abu Sufyan aman maka ia tidak terusik karena ia merasa ia masih pemimpin di Mekkah, buktinya ia diberi kepercayaan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini adalah orang mu’alaf yang dibujuk hatinya, diambil hatinya dan terkadang dengan iming-iming duniawi.

Di usianya yang hampir menginjak 70 tahun Abu Sufyan memeluk Islam. Menyadari keterlambatannya Abu Sufyan tak mau tertinggal menyempurnakan ibadahnya, tidak ada pilihan lain baginya selain menebus kesalahan masa lalunya dengan turut jihad di setiap moment perang. Dengan penuh semangat Abu Sufyan berperang di jalan Allah. Ia tak lagi peduli dengan segala macam kedudukan yang dulu pernah ia miliki. Baginya hanya pahala dan ridha Allah subhanahu wa ta‘ala untuk bekalnya menuju akhirat kelak. Rahimahullah Abu Sufyan bin Harb....


Demikianlah kisah tokoh Islam Abu Sufyan bin Harb ini admin akhiri, semoga dengan kisah ini kita bisa mengambil pelajaran bahwa hidayah hanyalah milik Allah subhanahu wa ta‘ala semata. Jika Allah berkehendak maka sekeras apapun hati seseorang, hidayah akan tetap merasuk ke hatinya. Dan sebagai sesama Muslim hendaklah kita merangkul mereka agar orang-orang seperti itu mau memeluk Islam bukan malah menyudutkan mereka yang akan mengakibatkan mereka malah menjauh dari hidayah Allah subhanahu wa ta‘ala. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa dan selalu mengajak kepada kebaikan, aamiin aamiin ya rabbal alamin....

Nantikan kisah tokoh dan sejarah Islam lainnya hanya di Jaka Adhitea Blog.
Zadanallah ilman wa hirshan.....
Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

share this article on

0 Response to "Abu Sufyan bin Harb (Part 2)"

Post a Comment