Hamzah Bin Abdul Muthalib (Sang Singa Allah Dan Rasul-Nya) - Part 2


Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para sahabat dan pengunjung setia jaka adhitea blog, sebuah blog yang akan terus menyajikan lembaran-lembaran kisah tokoh dan peristiwa penting yang tersusun rapi dalam kekayaan sejarah Islam.

Kisah kali ini adalah lanjutan dari kisah sebelumnya di artikel Hamzah bin Abdul Muthalib  (Sang singa Allah dan Rasul-Nya) - Part 1. Bagi yang belum membacanya silahkan terlebih dahulu membacanya disini. Bagi yang sudah membacanya mari kita simak lanjutan kisahnya.

Perang perdana ini berlangsung dengan sangat sengit. Perang ini pun diawali dengan perang tanding. Dari pihak Muslimin, Hamzah bin Abdul Muthalib, Ali bin Abi Thalib dan Ubaidah bin al-Harits (yang masih bersambung nyawa dengan Utbah bin Rabi‘ah) pun maju menantang duel. Dari pihak Quraisy Utbah bin Rabi‘ah, Syaibah bin Rabi‘ah (sang adik) dan al-Walid bin Utbah (sang putra) pun maju untuk menjawab tantangan tersebut. Tapi tak dipungkiri lagi Hamzah bin Abdul Muthalib beserta yang lain berhasil memenangkan duel tersebut yang menyebabkan terbunuhnya mereka bertiga dari pihak Quraisy.

Maka berkaitan dengan peristiwa inilah yang menjadi Asbabun Nuzul turunnya ayat Allah di Al-Qur‘anul Karim:

هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ ﴿١٩﴾ـ

“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api Neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj : 19)

يُصْهَرُ بِهِ مَا فِي بُطُونِهِمْ وَالْجُلُودُ ﴿٢٠﴾ـ

“Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka).” (QS. Al-Hajj : 20)

وَلَهُمْ مَقَامِعُ مِنْ حَدِيدٍ ﴿٢١﴾ـ

“Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.” (QS. Al-Hajj : 21)

كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا مِنْ غَمٍّ أُعِيدُوا فِيهَا وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ ﴿٢٢﴾ـ

“Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), ‘Rasailah azab yang membakar ini’. ” (QS. Al-Hajj : 22)

Walaupun jumlah pasukan tidak seimbang dimana pasukan muslimin hanya berjumlah 300 orang sedangkan pasukan Quraisy berjumlah 1000 orang, kaum Muslimin berhasil memenangkan peperangan secara gilang gemilang. Hamzah bin Abdul Muthalib menjelma menjadi pahlawan di perang Badar. Ia yang dulunya dijuluki sebagai sang pemburu singa, kini ia dijuluki Singa Allah dan Rasul-Nya karena kegigihannya membela agama Allah dan Rasul-Nya.

Kekalahan di perang Badar, menorehkan kesedihan yang begitu mendalam bagi kaum Quraisy. Nama Hamzah bin Abdul Muthalib dituding sebagai penyebab dari kekalahan kaum Quraisy sehingga aroma dendam pun merebak di Mekah. Sang istri dari Abu Sufyan bin Harb yaitu Hindun binti Utbah, bertekad membalas dendam kepada kaum Muslimin atas kematian sang ayah, Utbah bin Rabi‘ah, serta paman dan adiknya.

Maka setelah berlalu satu tahun tepatnya di tahun 3 Hijriah, waktu yang dinantikan kaum Quraisy itu pun akhirnya tiba. Kaum Quraisy pimpinan Abu Sufyan bin Harb bergerak menuju ke medan Uhud dengan membawa personil sekitar 3000 pasukann dan tentu saja Rasulullah dan Hamzah menjadi sasaran utama mereka.

Perang berlangsung dengan sengit. Dengan gagahnya Hamzah bin Abdul Muthalib menumbangkan satu persatu musuh Islam sekalipun banyak musub yang menyerangnya. Sejarah mencatat tak kurang dari 30 Quraisy tewas ditangannya.

Kemenangan yang sudah di ambang pintu harus kandas seketika. Hal tersebut tidak akan terjadi andai saja pasukan pemanah yang bertugas di bukit Uhud tidak meninggalkan tempat karena tergiur ghanimah yang ditinggalkan kaum Quraisy. Melihat itu pasukan Quraisy dikomandani oleh Khalid bin Walid yang di kala itu belum memeluk Islam tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Mereka lalu berputar arah menuju balik bukit Uhud, sehingga pasukan Quraisy menyerang kaum Muslimin dari arah depan dan belakang!!!

Di dalam situasi seperti ini Hamzah bin Abdul Muthalib tidak menyadari kalau ada seorang budak dengan tombak di tangannya yang bernama Wahsyi bin Harb sedang mengincarnya dari kejauhan. Hamzah menjadi bidikan tombak Wahsyi. Hingga saat sang singa Allah itu sedang lengah, tombak melesat dan menancap tepat di perut Hamzah bin Abdul Muthalib. Paman tercinta Nabi ini sekuat tenaga bangkit untuk menyerang Wahsyi. Tapi tombak Wahsyi begitu dalam melukainya. Sehingga hanya dalam beberapa langkah saja Hamzah tumbang, menghembuskan nafas terakhirnya.

Keadaan pun berbalik 180 derajaat, kaum Muslimin terdesak sehingga mereka berlindung di bukit Uhud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjadi sasaran utama mereka hingga beliau terluka. Melihat itu para sahabat pun melindungi sang Nabi dari amukan Quraisy, tak ketinggalan pula Sa‘ad bin Abi Waqqash dan Ummu Imarah ikut melindungi sang Nabi dari amukan kaum Quraisy dan sekitar 70 orang kaum Muslimin gugur sebagai syahid.

Diantara sekian banyaknya jenazah kaum Muslimin, Hindun binti Utbah pun mendekati sesosok jenazah yang sudah ia incar sebelum dimulainya peperangan, ialah Hamzah bin Abdul Muthalib. Dengan tatapan mata dan dendam yang menyala, ia mengoyak tubuh Hamzah kemudian mengambil jantungnya lalu dikunyahnya namun ia muntahkan kembali.

Seandainya Hindun menelan jantung Hamzah mungkin ceritanya akan berbeda, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “orang yang menelan bagian tubuh Hamzah, tidak akan tersentuh api Neraka.”

Setelah peperangan selesai, Rasulullah dan para sahabat bersama-sama memeriksa jenazah dan tubuh para syuhada yang gugur. Langkah Rasulullah pun terhenti saat berada tepat di depan jenazah sang paman tercintanya, Hamzah bin Abdul Muthalib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat dapat menahan kesedihannya, air matanya berlinang membasahi kedua pipinya karena keadaan jenazah sang paman yang sangat tragis. tidak sedikit pun terlintas di pikiran Rasulullah bahwa moral bangsa Arab telah merosot sedemikian rupa. Hingga tega berbuat sedemikian keji dan kejam terhadap jasad pamannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendekati jasad Hamzah lalu berkata, “Tidak pernah aku menderita seperti yang kurasakan saat ini dan tidak ada suasana apapun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana sekarang ini.”

Setelah itu jenazah paman dan syuhada lainnya dishalatkan oleh Rasulullah dan para sahabat secara satu persatu. Pertama jenazah Hamzah dishalatkan, lalu dibawa lagi jenazah seorang syahid untuk dishalatkan, sementara jasad Hamzah tetap dibiarkan di situ. Lalu jenazah itu diangkat tetapi jenazah Hamzah tetap di tempat kemudian digantikan dengan jenazah yang ketiga dan dibaringkannya di samping jenazah Hamzah, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat lainnya menshalatkan jenazah para syuhada Uhud satu persatu. Maka jika dihitung maka Rasululah dan para sahabat menshalatkan Hamzah sebanyak 70 kali. Begitu dalam cinta Rasulullah kepada sang paman.

Kematian sang paman yang sangat tragis begitu melekat di ingatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga menciptakan kesedihan yang menusuk hati beliau atas syahidnya sang paman.

Setelah berlalu 5 tahun kemudian saat pembebasan kota Mekah, Wahsyi bin Harb sang pembunuh Hamzah pun memeluk Islam di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Keperihan hati Rasulullah yang belum hilang, semakin dirasakan Rasulullah saat mendengar cerita Wahsyi bagaimana ia membunuh Hamzah. Maka setelah itu Rasulullah tidak ingin melihat wajah Wahsyi dan memintanya untuk menjauhi dirinya. Walaupun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima keislaman Wahsyi, namun jika dilihat dari sisi kemanusiaan Rasulullah tidak ingin melihat wajah Wahsyi.

Itu sebabnya Rasul mengadukan dirinya kepada Allah.
“Ya Allah, inilah aku. Jangan Engkau hukum aku karena tidak bisa menerima ini. Tapi aku sudah memaafkan Wahsyi.”

Keislaman Wahsyi mengisahkan sejarah yang sangat unik. Dimana orang yang membunuh dan orang yang terbunuh, keduanya ahli Surga. Padahal biasanya orang yang membunuh dan orang yang terbunuh sama-sama masuk Neraka, karena orang yang membunuh sudah jelas karena ia membunuh orang dan tidak bertaubat maka ia masuk Neraka. Lalu yang terbunuh ia akan masuk Neraka, mengapa bisa begitu? Karena ia hanya kalah, kalau tidak kalah maka iapun akan membunuh saudaranya.

Dan inilah kisah 2 orang mulia. Yang terbunuh yakni Hamzah gugur sebagai syuhada, dia adalah pemimpin orang-orang yang syahid. Kemudian Wahsyi dia masuk Islam, mendapat hidayah Allah subhanahu wa ta‘ala, berislam dengan baik dan ikut membela agama Allah. Hingga dengan perjuangannya, lesatan tombaknya kembali berhasil membunuh seburuk-buruk orang, yakni Musailamah Al-Kadzab sang Nabi palsu di perang Yamamah.

Inilah akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berdakwah dan menyeru mengajak ke agama Allah kepada siapapun bahkan kepada orang yang nyaris tidak bisa ia maafkan kesalahannya. Sementara Wahsyi ia sadar akan posisinya dan ia menuruti perintah Rasulullah agar tidak menampakkan wajahnya di hadapan beliau. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah, Wahsyi duduk di sudut masjid sambil mencuri-curi pandang menatap Rasulullah dengan harapan Rasulullah memanggilnya dan bisa saling bertatap muka kembali.

Hamzah bin Abdul Muthalib memang tidak berumur panjang dalam membela Islam, tapi Hamzah mampu membuktikan dirinya sebagai orang besar di dalam Sejarah Islam. Bahkan dalam kiprahnya yang pendek Hamzah mendapat gelar Assadullahi wa assadu rasuli, Singa Allah dan Rasul-Nya, bahkan gelar paling mulia pun disandangkan kepadanya, sayyidusy-syuhada’, pemimpin orang-orang yang syahid. Orang-orang yang syahid mendapatkan posisi yang sangat mulia, maka sungguh luar biasa jika pemimpinnya Hamzah bin Abdul Muthalib.

Jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib dimakamkan di Madinah dan hingga saat ini menjadi tujuan para peziarah haji dan umrah dari seluruh dunia. Ini menjadi pelajaran mahal untuk kita semua, orang boleh saja berumur pendek tapi bagaimana seseorang dengan keberkahannya di usianya yang pendek itu bisa melampaui orang-orang yang usianya lebih panjang daripada dirinya. Hidup bukanlah seberapa panjang usia kita tapi seberapa berkah usia itu hingga padat akan kebaikan.

Apa artinya jika mempunyai usia yang panjang tapi penuh dengan lubang, sekali waktu diisi dengan kebaikan tapi di lain waktu diisi dengan kemaksiatan. Kita tidak akan pernah tahu berapa lama Allah memberikan usia pada kita, tapi isilah waktu yang ada dengan kebaikan semata seperti yang dilakukan Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.


Demikianlah artikel ini admin akhiri dan jangan lupa untuk membaca artikel Tokoh dan Sejarah Islam lainnya hanya di Jaka Adhitea Blog barakallahu fiikum.....
Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

share this article on

0 Response to "Hamzah Bin Abdul Muthalib (Sang Singa Allah Dan Rasul-Nya) - Part 2"

Post a Comment