Sang paman Nabi yang satu ini sangat dikenal luas dalam masyarakat Arab sebagai pemuda cerdas dan pemberani. Ketangkasannya dalam berkuda dan bermain pedang pun dikenal luas masyarakat Quraisy Mekah bahkan suku-suku Arab di sekitarnya. Ia sering menjadi incaran kejahatan padang pasir yang sepi karena ia senang menyendiri dan berburu di padang pasir. Akan tetapi jika disebut namanya, siapapun dan berapa pun jumlah orang yang ingin berniat jahat padanya pasti akan tunggang langgang menghindari dirinya, dialah Hamzah bin Abdul Muthalib.
Nama Hamzah bin Abdul Muthalib semakin bersinar ketika saat berburu, ia berhasil membunuh seekor singa, tubuhnya dikuliti dan meletakkannya di pelana kuda miliknya maka saat memasuki kota Mekah penduduk Mekah pun semakin mengaguminya sehingga ia dijuluki “Soyad al-Usud” atau sang pemburu singa.
Sebagai putra Abdul Muthalib, Hamzah begitu kian peduli dengan nasib keponakannya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semenjak kecil Hamzah sudah begitu mengenal dekat sifat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Hamzah selalu dibuat takjub dan simpati karena sifat kejujuran dan keluhuran sang keponakan tercintanya itu sedari kecil karena usianya yang hanya terpaut dua tahun.
Maka semenjak sang keponakannya itu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menyeru pada Islam di usianya yang 40 tahun dan mendapat kecaman dan ancaman Quraisy, Hamzah bin Abdul Muthalib pun tidak tinggal diam dan membela sang keponakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sepenuh hatinya. Jika tidak dicegah oleh sang kakak yakni Abi Thalib, sang paman Nabi yang dijuluki sang singa Allah yang sangat ditakuti Quraisy ini sudah menghunuskan pedang untuk menyerang siapa saja yang berani menyerang dan menyakiti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Saat kaum Quraisy mengancam siapa saja yang berani memeluk Islam, Hamzah pun maju untuk tampil melindunginya bersama para kakaknya, Abi Thalib dan Abbas bin Abdul Muthalib. Mereka pun mengawali suku-suku di luar Mekah yang ingin menyatakan diri mereka untuk memeluk Islam sepanjang perjalanan dengan aman tanpa ada yang berani mengganggu mereka hingga sampai di rumah sang keponakan tercintanya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal saat itu Hamzah sendiri pun belum memeluk Islam. Namun saat ia mendengar ayat Al-Qur‘an ia pun diam terpaku dan hatinya yang keras mulai mencair. Hamzah makin terpikat dengan untaian ayat-ayat Al-Qur‘an dan membuat ia semakin yakin bahwa Al-Qur‘an bukanlah untaian buatan manusia.
Hingga pada akhirnya para pengikut sang Nabi yang berasal dari golongan yang lemah dan tak luput juga kaum mukmin yang berasal dari budak dan kaum miskin Mekah pun menjadi pelampiasan kemarahan kaum Quraisy yang tidak bisa menyentuh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Melihat hal tersebut Hamzah bin Abdul Muthalib pun semakin geram, namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan mereka sehingga menyebabkan ia tak bisa membela kaum lemah pengikut Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tapi ia baru bisa bertindak jika sang keponakannya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang disakiti.
Hingga pada puncaknya, Abu Jahal yang sangat membenci Nabi tak kuasa menahan amarahnya hingga mencaci dan memaki Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hamzah bin Abdul Muthalib yang baru tiba dari berburu begitu marah saat mendengar berita perlakuan Abu Jahal yang mencaci dan menyakiti Nabi. Hamzah pun memacu kudanya dan langsung menuju Darun nadwah tempat berkumpulnya kaum Quraisy. Sesampainya disana Hamzah langsung memukul Abu Jahal bertubi-tubi hingga tersungkur dan berdarah. Keberanian Hamzah tersebut membuat seluruh petinggi Quraisy pun terkejut, mereka semakin terkesima ketika Hamzah dengan amarahnya mengucapkan kata-kata yang mengagetkan bahwa dirinya adalah seorang pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan lantang pun Hamzah bin Abdul Muthalib mengucapkan, “Asyhadu allaa ilaaha illallahu, wa asyhadu anna muhammadar rasuulullahi. (Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan Selain Allah dan saya bersaksi Muhammad adalah utusan Allah)”. Inilah peristiwa bersejarah Islamnya seorang paman Nabi, sang singa Allah, Hamzah bin Abdul Muthalib.
Keluarga Abdi Syams yang juga merupakan keluarga besar Abu Jahal pun segera bertindak dan melindunginya dan berniat membalas perbuatan Hamzah tapi Abu Jahal mencegahnya karena dia sendiri telah menyakiti sang keponakan tercinta Hamzah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
Hamzah yang sehebat itu dan sekalipun ia seorang yang besar tapi masih tetap memiliki sifat tawadhu. Suatu ketika ada seseorang yang bertanya kepada Hamzah, “siapakah yang lebih besar engkau atau Rasulullah?”. Orang tersebut sebenarnya bertanya tentang masalah usia, tapi kemudian Hamzah mengatakan, “Rasulullah lebih besar daripada saya, tapi saya dilahirkan lebih dahulu daripada beliau.”
Hamzah bisa saja dengan mudah mengatakan, “ya saya lebih tua dan lebih besar daripada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”. Tapi ia tidak melakukannya karena ia ingin mengajarkan kepada kita adab pada orang yang mulia ditambah lagi orang yang berilmu seperti rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hamzah bisa saja dengan mudah mengatakan, “ya saya lebih tua dan lebih besar daripada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”. Tapi ia tidak melakukannya karena ia ingin mengajarkan kepada kita adab pada orang yang mulia ditambah lagi orang yang berilmu seperti rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sejak saat itu Hamzah bin Abdul Muthalib selalu mendampingi keponakannya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam suka maupun duka. Ia menjadi perisai yang dari tangan-tangan orang yang akan menyakiti Nabi. Keberanian dan ketangkasan Hamzah bin Abdul Muthalib yang menakutkan Quraisy menjadi pembuka pintu bagi penduduk Mekah dan suku-suku lain yang ingin memeluk Islam. Hal itu juga yang membuat kaum Quraisy semakin keras menyiksa pengikut Islam dari kaum lemah, termasuk salah satunya Keluarga Yasir. Hamzah yang tidak dapat menahan diri melihat perlakuan Quraisy sudah pasti akan menghunuskan pedangnya, tapi ia mengurungkan niatnya tersebut karena Rasulullah melarang sang pamannya tersebut sebab saat itu tak ada wahyu yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukan perlawanan.
Sekalipun Hamzah tidak kuasa melihat perlakuan bengis kaum Quraisy, ia tetap patuh pada keponakannya itu yang selalu menyuruhnya untuk bersabar walaupun harus hidup sengsara di lembah milik Abu Thalib karena terjadinya pemboikotan kepada keluarga besar Bani Hasyim oleh kaum Quraisy yang berlangsung selama 3 tahun lamanya.
Walaupun sebenarnya Hamzah mampu menghadapi kaum Quraisy, tapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk hijrah ke Madinah dan Hamzah tetap mematuhi perintah keponakannya itu. Sesampainya mereka di sana, kota Madinah pun dibangun untuk dijadikan sebagai basis dakwah Islam oleh Hamzah dan kaum muslimin. Hamzah pun ditunjuk Rasulullah untuk memimpin ekspedisi pengintaian di jalur dagang Quraisy.
Pada tahun ke-2 Hijriah kaum muslimin berniat mencegat kafilah dagang Quraisy pimpinan Abu Sufyan bin Harb yang baru kembali dari Syam untuk mengambil hak mereka yang di rampas Quraisy saat kaum muslimin hijrah ke Madinah, tapi sayangnya niat kaum muslimin harus terhenti karena kafilah dagang pimpinan Abu Sufyan berhasil melarikan diri dengan mengubah rute perjalanan. Kabar ini pun sampai ke Mekah dan Abu Jahal menjadikan kesempatan ini untuk memancing dan menyulut api peperangan antara kaum Quraisy dan umat muslim di Madinah. Di peristiwa inilah Allah subhanahu wa ta‘ala menurunkan wahyu yang menjadi asbabun nuzul turunnya ayat ini untuk mengizinkan kaum muslimin berperang. Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. Al-Hajj : 39)
Dan lembah Badar menjadi saksi atas perang pertama yakni perang Badar yang terjadi pertama kali pada 17 Ramadhan tahun ke-2 Hijriah antara kaum muslimin dan kaum Quraisy. Hamzah bin Abdul Muthalib pun menjadi salah satu komandan perang dan kaum Quraisy di bawah komandani oleh Abu Jahal dan tokoh Quraisy lainnya. Perang pun diawali dengan perang tanding atau duel diantara kaum Muslimin dan kaum Quraisy dan di peristiwa ini kembali turun firman Allah subhanahu wa ta‘ala.
Lalu siapa saja orang dari kaum Muslimin yang maju untuk berduel untuk melawan kaum Quraisy?
Lalu apa firman yang diturunkan Allah subhanahu wa ta‘ala di situasi ini?
Silahkah baca lanjutan kisahnya di artikel berikutnya, Hamzah bin Abdul Muthalib (Sang Singa Allah Dan Rasul-Nya) - Part 2.
Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
share this article on
0 Response to "Hamzah bin Abdul Muthalib (Sang Singa Allah Dan Rasul-Nya) - Part 1"
Post a Comment