Menggapai Pahala Haji Tanpa Berhaji


Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para pembaca sekaligus pengunjung setia Jaka Adhitea blog. Saya selaku admin Jaka Adhitea blog tidak akan pernah bosan-bosannya hadir untuk menyajikan serangkaian informasi serta menyelami keluasan ilmu islami yang tersimpan rapi dalam Al-Qur‘an dan hadits untuk kita pelajari, pahami dan ditadaburi.

Ibadah haji adalah ibadah yang didambakan kaum mukmin. Ibadah haji memang menjadi kewajiban satu kali seumur hidup bagi yang mampu, namun kewajiban bukan berarti tanpa pahala yang diraih. Ibadah haji ini memang sungguh memiliki keistimewaan yang luar biasa dan menggiurkan kaum muslim siapapun orangnya.

رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang Islam, manakah yang paling utama? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. Lalu ditanya lagi: “Lalu apa?” Beliau menjawab: “Al Jihad fi sabilillah (berperang di jalan Allah)”. Lalu ditanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Jawab Beliau shallallahu 'alaihi wasallam: “haji mabrur”. (HR. Bukhari)

Dengan memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa ta‘ala dan menjadi tamu Allah di tanah suci, Allah Subhanahu wa ta‘ala akan mengampuni dosa hamba-hambanya dan bagi mereka surga Allah Subhanahu wa ta‘ala.

Dari Abdullah bin Mas‘ud berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang berdekatan, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan menghapus dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat besi, emas dan perak. Tidak ada balasan haji mabrur kecuali surga.” (An-Nasa‘i, Tirmidzi dan Ahmad)

Lalu apalagi harapan kita selain surga Allah Subhanahu wa ta‘ala, maka haji menjadi ibadah yang sangat mulia. Maka sangat beruntunglah orang yang mendapatkan kesempatan melaksanakan ibadah mulia ini. Lalu bagaimana dengan kita yang belum memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah mulia yang membutuhkan kemampuan financial dan fisik ini? Bukankah dengan pahala yang menggiurkan ini hanya mampu dilaksanakan oleh kaum muslim yang hanya memiliki kemampuan financial dan fisik saja? Lalu bagaimana dengan yang tidak mampu?

Lihatlah keadilan dan keagungan Allah Subhanahu wa ta‘ala. Allah Subhanahu wa ta‘ala tidak akan membiarkan orang-orang tertentu bisa meraih sesuatu yang agung sementara sebagian yang lain tidak mampu meraihnya. Allah Subhanahu wa ta‘ala kemudian memberikan kesempatan kepada orang-orang yang tidak memiliki kemampuan financial dan fisik ini dengan cara membuka peluang pada ibadah-ibadah atau amalan yang mudah dan ringan namun pahalanya setara dengan haji, Subhanallah. Apa saja ibadah dan amalan tersebut?

Amalan pertama ialah pergi ke masjid dalam keadaan telah berwudhu dengan tujuan untuk menunaikan ibadah shalat fardhu berjama‘ah. Allah Subhanahu wa ta‘ala telah menjanjikan pahala yang besar kepada seseorang yang berniat tulus memakmurkan masjid dan mengajak orang lain untuk bersama-sama untuk menunaikan shalat berjama‘ah di masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan umatnya untuk shalat berjama‘ah, karena shalat berjama‘ah lebih tinggi beberapa derajat dibanding shalat sendirian. Bahkan Allah menjanjikan pahala menggiurkan yaitu pahala yang setara dengan haji. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ

“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang haji yang sedang ihram.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Hadits ini menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa ta‘ala memberikan pahala yang setara dengan ibadah haji kepada hambanya yang selalu mengutamakan untuk selalu shalat berjama‘ah di masjid dalam keadaan telah berwudhu atau bersuci saat masuk ke dalam masjid. Adanya pensyaratan berwudhu saat hendak ke masjid dalam hadits ini mengisyaratkan kepada kita besarnya keutamaan kesucian dan kebersihan. Sebab itu kesempurnaan kita dalam berwudhu turut pula mempengaruhi kesempurnaan shalat kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ فَنَظِّفُوا أُرَاهُ قَالَ أَفْنِيَتَكُم

“Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan menyukai kepada yang baik, Maha Bersih dan menyukai kepada yang bersih, Maha Pemurah, dan menyukai kemurahan, dan Maha Mulia dan menyukai kemuliaan, karena itu bersihkanlah diri kalian.” (HR. Tirmidzi)

Selain itu bagi mereka yang menunaikan shalat di masjid akan mendapat tambahan pahala dari Allah Subhanahu wa ta‘ala yaitu setiap langkah kakinya menuju masjid akan menghapus satu dosa dan kesalahan yang telah lalu, bahkan belum lagi pahala saat menunggu kumandang adzan shalat para malaikat tak kunjung henti memohonkan ampun kepada-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِي الصَّلَاةِ مَا كَانَتْ الصَّلَاةُ هِيَ تَحْبِسُهُ وَالْمَلَائِكَةُ يُصَلُّونَ عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ

“Shalat seseorang dengan berjama'ah melebihi dua puluh sembilan derajat dari shalat seseorang yang dikerjakan di rumahnya dan di pasarnya, demikian itu karena bila salah seorang diantara mereka berwudhu’ dengan menyempurnakan wudhu'nya, lalu mendatangi masjid, dan tidak ada yang mendorongnya kecuali untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah satu langkah, kecuali akan ditinggikan derajatnya dan dihapus kesalahannya, hingga ia masuk masjid, jika ia telah masuk masjid, maka ia dihitung dalam shalat selama ia tertahan oleh shalat, dan malaikat terus mendo‘akan salah seorang diantara kalian selama ia dalam majlisnya yang ia pergunakan untuk shalat, malaikat akan berdoa; “Ya Allah, rahmatilah dia, Ya Allah, ampunilah dia, Ya Allah maafkanlah dia,” selama ia tidak melakukan gangguan dan belum berhadats.” (HR. Muslim)

Amalan kedua yang pahalanya setara dengan haji namun tidak sulit, tidak memerlukan biaya bahkan menyenangkan, yaitu belajar dan mengajarkan ilmu keislaman di masjid, seperti belajar dan mengajarkan membaca Al-Qur‘an, kajian fiqih, tafsir hadits dan sebagainya. Setelah mempelajarinya tentunya wajib mengajarkannya kepada orang lain, sehingga kebaikan dan ilmu yang terkandung di dalamnya terus mengalir dan tidak terputus. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ﻣَﻦْ ﻏَﺪَﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻻ ﻳُﺮِﻳﺪُ ﺇِﻻ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻌَﻠَّﻢَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﻳُﻌَﻠِّﻤَﻪُ، ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﻛَﺄَﺟْﺮِ ﺣَﺎﺝٍّ ﺗَﺎﻣًّﺎ ﺣَﺠَّﺘُﻪ

“Barangsiapa datang ke masjid, dia tidak menginginkan suatu kebaikan kecuali mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkannya , maka baginya pahala seperti pahala orang haji sempurna hajinya.” (HR. Thabrani)

Masjid sebagai rumah Allah tidak hanya berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat saja, kita juga dapat memakkurkan masjid sebagai tempat menuntut ilmu. Sebab itulah wajarlah jika kita tilik sejarah keemasan islam, pusat-pusat ilmu pengetahuan selalu berporos di masjid. Contohnya masjid Nabawi menjadi pusat pembelajaran ilmu bagi sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Masjid Al-Azhar di Mesir menjadi pusat persemaian ilmu pengetahuan umat islam di dunia.

Amalan ketiga berikutnya yang setara dengan ibadah haji yaitu dengan meluangkan waktu shalat berjama‘ah di masjid lalu melanjutkannya dengan berdzikir sampai matahari terbit kemudian melaksanakan shalat 2 raka‘at atau yang biasa kita kenal dengan shalat syuruq atau shalat dhuha maka pahala haji dan umrah menjadi jaminannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

“Barang siapa yang shalat subuh berjama‘ah kemudian duduk berdzikir sampai matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua raka‘at, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah.” Rasulullah bersabda: “pahala yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi)

Dalam hadits ini juga mengandung motivasi dari Rasulullah untuk melawan rasa malas dan kantuk kita di pagi hari dengan melaksanakan shalat subuh berjama‘ah di masjid dan berdzikir mengingat kebesaran Allah Subhanahu wa ta‘ala.

Selain pahala ibadah haji yang diberikan kepada mereka yang melaksanakan shalat subuh berjama‘ah di masjid, tapi terdapat keutamaan lainnya kepada hambanya yang giat menunaikan shalat subuh berjama‘ah di masjid, di antaranya jaminan surga dari Allah Subhanahu wa ta‘ala sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

ﻣَﻦْ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟْﺒَﺮْﺩَﻳْﻦِ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔ

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Para ulama menjelaskan bahwa mengerjakan shalat subuh dan ashar dalam hadits ini maksudnya adalah shalat yang dilakukan secara berjama‘ah. Namun sayang sebagian dari kita sering menganggap remeh shalat subuh dengan dalih banyaknya pekerjaan sehingga tidur malamnya telah larut, sementar di pagi hari harus segera menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan, atau bisa jadi ingin segera tiba di tempat kerja lebih cepat.

Belum lagi kebiasaan kita yang selalu meraih smartphone ketika baru bangun dari tidur, padahal jauh-jauh hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan jika membiasakan diri memikirkan pekerjaan setelah terbangun di pagi hari Allah akan menyibukkan dirinya dengan pekerjaan. Jika perilaku terus terjadi tanpa ada upaya untuk memperbaiki diri maka kita tak ubahnya seperti orang munafik. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengingatkan dalam sabdanya:

لَيْسَ صَلَاةٌ أَثْقَلَ عَلَى الْمُنَافِقِينَ مِنْ الْفَجْرِ وَالْعِشَاءِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang Munafik kecuali shalat shubuh dan 'Isya. Seandainya mereka mengetahui (kebaikan) yang ada pada keduanya tentulah mereka akan mendatanginya walau harus dengan merangkak.” (HR. Bukhari-Muslim)

Amalan keempat berikutnya yang setara dengan haji adalah melaksanakan umrah di bulan Ramadhan. Ibadah umrah memang bisa dilaksanakan kapan saja tapi berbeda jika dilaksanakan di saat bulan Ramadhan karena pahalanya setara dengan haji.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِامْرَأَةٍ مِنْ الْأَنْصَارِ سَمَّاهَا ابْنُ عَبَّاسٍ فَنَسِيتُ اسْمَهَا مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّي مَعَنَا قَالَتْ لَمْ يَكُنْ لَنَا إِلَّا نَاضِحَانِ فَحَجَّ أَبُو وَلَدِهَا وَابْنُهَا عَلَى نَاضِحٍ وَتَرَكَ لَنَا نَاضِحًا نَنْضِحُ عَلَيْهِ قَالَ فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada seorang wanita dari kalangan Anshar Ibnu Abbas menyebutkan namanya, tetapi aku lupa: “Apa yang menghalangimu untuk melaksanakan haji bersama kami?” wanita itu menjawab, “Kami tidak mempunyai apa-apa kecuali dua ekor Unta, yang satu ekor dipakai suamiku pergi haji bersama anaknya sedangkan yang satu lagi ia tinggalkan agar dipakai menyiram kebun.” Beliau bersabda: “Kalau bulan Ramadhan tiba, maka tunaikanlah umrah, sebab umrah di bulan Ramadhan menyamai ibadah haji.” (HR. Bukhari)

Amalan kelima selanjutnya yang pahalanya setara dengan pahala haji ialah berbakti kepada kedua orang tua. Amalan ini sudah tentu harus menjadi kewajiban kita sebagai seorang anak kepada orang tua baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Selain mendapat pahala berbakti kepada orang tua kita juga akan mendapat pahala yang setara dengan haji. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata:

ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺷْﺘَﻬِﻲ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩَ ﻭَﻻ ﺃَﻗْﺪِﺭُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ، ﻗَﺎﻝَ : ﻫَﻞْ ﺑَﻘِﻲَ ﻣِﻦْ ﻭَﺍﻟِﺪَﻳْﻚَ ﺃَﺣَﺪٌ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﺃُﻣِّﻲ ، ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﺄَﺑْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓِﻲ ﺑِﺮِّﻫَﺎ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻓَﻌَﻠْﺖَ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﺄَﻧْﺖَ ﺣَﺎﺝٌّ ، ﻭَﻣُﻌْﺘَﻤِﺮٌ ، ﻭَﻣُﺠَﺎﻫِﺪٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺭَﺿِﻴَﺖْ ﻋَﻨْﻚَ ﺃُﻣُّﻚَ ﻓَﺎﺗَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺑِﺮَّﻫَ

“Ada seseorang yang mendatangi Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia sangat ingin pergi berjihad namun tidak mampu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padanya apakah salah satu dari kedua orang tuanya masih hidup. Ia jawab, ibunya masih hidup. Rasul pun berkata padanya, “Bertakwalah pada Allah dengan berbuat baik pada ibumu. Jika engkau berbuat baik padanya, maka statusnya adalah seperti berhaji, berumrah dan berjihad.” (HR. Ath-Thabrani)

Itulah amalan dan ibadah ringan yang pahalanya setara dengan pahala haji, jadi bukan tidak mungkin kita tidak bisa meraih pahala haji sekalipun tidak berhaji. Allah Subhanahu wa ta‘ala memberikan keringanan tersebut bukan berarti kita tidak wajib melaksanakan ibadah haji, akan tetapi alangkah baiknya jika kita memiliki kelebihan financial dan fisik ibadah haji harus wajib dilaksanakan karena Allah Subhanahu wa ta‘ala memberikan keringanan tersebut hanya kepada orang-orang yang tidak mampu saja dan amalan di atas merupakan bentuk sifat Allah yang Maha Adil.

Demikian artikel ini admin akhiri, semoga bermanfaat dan silahkan share sebanyak-banyaknya. Jangan lupa untuk menyertakan link dan sumbernya.

Link artikel: https://bit.ly/2D18B32

Wallahu A‘lam, ihdinash-shirathal mustaqim....
Wa akhiran, Undzur Maa Qoola Walaa Tandzur Man Qoola.
“(Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan).”

Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

share this article on

0 Response to "Menggapai Pahala Haji Tanpa Berhaji"

Post a Comment