Nadhr bin Harits (Menantang Al-Qur‘an Dengan Logika) - Part 2


Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para pembaca sekaligus pengunjung setia Jaka Adhitea Blog dan generasi muda Islam yang dirahmati Allah subhanahu wa ta‘ala. Kali ini admin kembali menghadirkan kisah dan hikmah kehidupan yang terangkum dalam kekayaan sejarah Islam.

==========================================

Kisah kali ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya yaitu di kisah Nadhr bin Harits (Menantang Al-Qur‘an Dengan Logika) - part 1

Sebelumnya Nadhr bin Harits dibekali orang Yahudi dengan 3 pertanyaan untuk menjatuhkan Islam dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan inilah 3 pertanyaan tersebut;

Pertanyaan pertama ialah, tentang sekelompok anak muda di masa terdahulu yang mengasingkan dirinya untuk menyelamatkan agama mereka. Pertanyaan kedua ialah, tentang seorang raja yang diberi kekuasaan oleh Allah dari timur hingga ke barat. Pertanyaan yang ketiga ialah, tentang hakikat ruh yang justru kalau bisa dijawab dengan detil maka Muhammad bukanlah seorang Nabi.

Lihatlah Allah subhanahu wa ta‘ala menurunkan Al-Qur‘anul Karim dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut. Pertanyaan pertama maka Allah menurunkan ayat tentang Ashabul Kahfi yaitu di Surat Al Kahfi ayat 9-26, pertanyaan kedua Allah turunkan ayat tentang Dzulkarnain yaitu di Surat Al Kahfi ayat 83-101 dan pertanyaan terakhir yang ketiga Allah menurunkan ayat tentang ruh yaitu Surat Al Isra ayat 85.

Nadhr bin Harits yang pekerjaannya harus pergi jauh ke negeri Syam, belajar kepada Yahudi dan Nasrani juga ke Madinah untuk belajar kepada Yahudi Madinah lalu pulang membawa itu semuanya dalam rangka mengadu ilmu Al-kitab dengan ilmu Al-Qur‘an.

Puncak kekufuran dan kebencian Nadhr bin Harits terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan risalah yang diemban, ia pun berani menantang Allah subhanahu wa ta‘ala demi memuaskan hasratnya menjatuhkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam di depan penduduk Mekah. Bahwa jika memang benar ada Allah subhanahu wa ta‘ala, dia menantang-Nya untuk menurunkan adzab dan dia meminta Allah untuk menurunkan hujan batu saat itu juga. Nadhr bin Harits juga mempengaruhi logika berpikir masyarakat Mekah, kalau tidak ada sesuatu yang terjadi maka tentu masyarakat akan menganggap bahwa apa yang disampaikan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah salah. Tantangan ini diabadikan di dalam Al-Qur‘an sekaligus menjadi asbabun nuzul turunnya ayat berikut ini:

وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَٰذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih". (QS. Al-Anfal : 32)

Tantangan tersebut pun dijawab Allah, bahwa Allah tidak akan mengadzab masyarakat ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam masih bersama mereka dan Allah tidak mungkin mengadzab mereka selagi mereka mau memohon ampun dan beristighfar kepada Allah subhanahu wa ta‘ala.

Peristiwa ini pun menjadi sebab turunnya ayat berikut, Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al Anfal : 33)

Jawaban Allah yang diabadikan di dalam Al-Qur‘an tersebut membuktikan apabila Allah tidak mengabulkan sesuatu, bukan berarti Allah subhanahu wa ta‘ala itu tidak ada. Allah Maha Mendengar dan pemilik takdir, Dia-lah yang Maha Mengetahui apa-apa yang akan terjadi di bumi, di langit dan diantara keduanya. Namun tantangan Nadhr bin Harits dijelaskan sejumlah ahli tafsir sebagai jalan yang menuntun kepada kematiannya.

Pada tahun kedua setelah hijrahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ke Madinah, perang Badr pun meletus. Nadhr bin Harits yang tak juga sadar menyumbangkan 100 ekor unta untuk biaya konsumsi kaum Quraisy di perang Badr. Dan perang yang dibantu pasukan Malaikat dari langit inilah yang menjadi kuburan bagi musuh-musuh besar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang dicatat sebagai Fir‘aun-Fir‘aun Quraisy, Abu Jahal termasuk juga Nadhr bin Harits.

Kisah Nadhr bin Harits ini memberikan pelajaran pada seluruh umat manusia bahwa sesungguhnya logika tidak akan mampu menembus kekuatan mukjizat ilahiyah sepanjang zaman, secerdas apapun otak manusia sesungguhnya tidak akan dapat mengalahkan kebenaran dalam ayat-ayat Al-Qur‘an.

Nadhr bin Harits mengatakan, “ketika Muhammad sudah mulai beruban kalian berkata bahwa Muhammad itu penyair padahal kalian tahu ia bukan penyair. Kalian mengatakan Muhammad itu penyihir padahal kalian tahu ia bukan penyihir. Kalian pun mengatakan Muhammad itu dukun padahal ia bukan dukun. Karena itu wahai Quraisy, kalian harus tahu bahwa yang kalian hadapi adalah masalah besar dan coba analisa ulang perlawanan kalian ini.

Kalimat Nadhr bin Harits ini ingin menunjukkan bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Nadhr bin Harits dengan logikanya, analisanya dan kemampuan serta kecerdasannya tetap ada batasnya. Mau tidak mau Nadhr bin Harits harus mengakui dengan logika manusia. Manusia punya logika tapi tetap ada batasnya, jangankan berbicara tentang ketuhanan, berbicara tentang alam sekitar saja pun tidak bisa kita logikan karena logika ini amat sangat terbatas. Kalimat Nadhr bin Harits ini pun memberikan pelajaran kepada siapapun diantara kita yang menuhankan logikanya yang menyembah akalnya bahwa semua itu ada batasnya dan mau tidak mau akan hidup dalam kebingungan, karena di satu sisi akan melawan dan di satu sisi lainnya akan menerimanya. Seperti kalimat Nadhr bin Harits di atas yang menyatakan bahwa Muhammad itu benar walaupun akhirnya mereka memutuskan untuk tetap melawan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Nadhr bin Harits memang bukanlah sosok yang liar dan kejam seperti Abu Jahal. Dia tidak gemar menyiksa seperti yang dilakukan Abu Jahal, tapi Nadhr bin Harits menggunakan akal dan logika untuk menghadang kebenaran Islam. Berbagai tipu muslihat dilancarkan untuk mempengaruhi pikiran masyarakat Mekah, baik dengan menempuh cara menebar dongeng dan legenda hingga hiburan-hiburan yang memuaskan syahwat manusia, itu jauh lebih berbahaya dari sosok Abu Jahal sekalipun. Maka pantaslah jika sosok Nadhr bin Harits dicatat sejarah sebagai musuh Islam yang paling banyak disebut dalam Al-Qur‘an. Manusia memiliki banyak keterbatasan pengetahuan maka sampai kapanpun tidak akan mampu bertahan apalagi menentang kebenaran dari Allah subhanahu wa ta‘ala. Hendaknya logika berkembang di bawah kekuatan iman yang akan menyelamatkan manusia hingga akhir zaman.

Sekian kisah Nadhr bin Harits ini admin akhiri, nantikan kisah Tokoh Dan Sejarah Islam lainnya hanya di Jaka Adhitea Blog.
Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.....


share this article on

0 Response to "Nadhr bin Harits (Menantang Al-Qur‘an Dengan Logika) - Part 2"

Post a Comment