Abu Jahal (Sang Fir‘aun Kaum Quraisy) - Part 1

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para sahabat dan pengunjung setia Jaka Adhitea Blog. Kali ini admin akan berusaha menyajikan rangkaian catatan tokoh-tokoh penting yang tercatat dalam sejarah Islam agar tidak tenggelam ditelan oleh kemajuan zaman.

Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama 4 tahun melakukan dakwahnya secara sembunyi-sembunyi, maka tibalah saatnya dakwah dilakukan secara terbuka dan terang-terangan kepada penduduk Mekah. Namun diantara penduduk Mekah, ada seorang lelaki yang mengeluarkan protes yang teramat keras terhadap hal tersebut, dialah Abu Jahal.


Mulut Abu Jahal tak pernah bisa berhenti mengoceh untuk menghasut penduduk Mekah agar tidak mempercayai segala ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dinilai telah merusak kepercayaan dan tatanan kota Mekah. Penolakan Abu Jahal terhadap ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesungguhnya hanya dilandasi oleh rasa persaingan antar suku.

Abu Jahal yang berasal dari Bani Makhzum menuduh ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai dalih untuk mengangkat Bani Hasyim yang merupakan suku asal keluarga besar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Padahal jauh di lubuk hati Abu jahal, ia begitu mengagumi Islam terutama pada ayat-ayat suci Al-Qur‘an.

Sebagai orang yang cerdas yang memiliki nama asli Amr bin Hisyam ini paham bahwa Al-Qur‘an bukanlah kalimat biasa yang diuntai oleh manusia. Ia seringkali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin melantunkan ayat-ayat Al-Qur‘an. Akan tetapi ternyata tidak hanya Abu Jahal yang mengagumi Al-Qur‘an, beberapa tokoh Quraisy lainnya termasuk Abu Sufyan bin Harb juga menyimpan kekaguman yang sama hingga keduanya seringkali bertemu secara tak sengaja. Namun mereka saling tidak mengakui dengan apa yang mereka lakukan dan mereka berjanji untuk tidak lagi mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur‘an, akan tetapi mereka tetap saja diam-diam melakukan hal yang sama. Abu Jahal sebenarnya tidak mampu membendung rasa cintanya pada Al-Qur‘an tapi egonya yang terlalu besar hingga hati nurani Abu Jahal tertutup karena gengsinya untuk mengakui kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Namun kebencian Abu Jahal terhadap Islam terganjal oleh Abu Thalib salah satu dari sang paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang juga merupakan salah seorang tokoh terpandang Quraisy. Maka kebencian itu juga menjalar kepada ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian ada seorang penggembala kambing bernama Abdullah bin Mas‘ud yang memberanikan diri untuk membaca ayat-ayat Allah secara lantang di Ka‘bah. Abdullah bin Mas‘ud seolah tidak memikirkan keselamatan dirinya lagi demi berkumandangnya ayat-ayat Allah di hadapan para penduduk Mekah. Inilah yang membuat Abu Jahal seketika menjadi murka saat mengetahui bahwa bacaan tersebut berasal dari ajaran yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka tanpa membuang waktu lagi, Abu Jahal dan beberapa tokoh Quraisy lainnya segera menghampiri dan melayangkan pukulan kepada Abdullah bin Mas‘ud dengan bertubi-tubi.

Tak hanya sampai disitu saja, Abu Jahal semakin gencar memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan melakukan penghinaan secara membabi-buta. Terlebih setelah permintaannya kepada Abu Thalib untuk menyerahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ditolak mentah-mentah. Bahkan tindak-tanduk Abu Jahal tidak lagi sebatas perkataan hina semata, namun mulai nenjurus pada penganiayaan fisik. Seperti di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya sedang melakukan shalat di depan Ka‘bah, Abu Jahal menuangkan kotoran hewan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang bersujud. Namun tindakan perbuatan Abu Jahal tersebut sia-sia karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para pengikutnya tak sedikit pun menunjukkan sikap gentar.

Tindakan Abu Jahal ini justru memancing kemarahan Hamzah bin Abdul Muthalib yang juga merupakan salah seorang paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hamzah yang saat itu justru menyatakan belum beriman terhadap ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian datang menghampiri dan menghajar Abu Jahal karena tidak terima keponakannya dilecehkan di depan umum. Abu Jahal pun tidak dapat berbuat apa-apa ia juga tidak membalas perlakuan Hamzah terhadap dirinya namun mengancam akan bertindak lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika suatu saat melakukan ibadah lagi di depan Ka‘bah. Peristiwa ancaman Abu Jahal ini pun menjadi asbabun nuzul turunnya sebuah ayat agar Rasulullah dan para pengikutnya tidak mengindahkan apa yang diucapkan oleh orang kafir. Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا

“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka. ” (QS. Al-Insan : 24)
[Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir, yang bersumber dari Qatadah]

Dan benar saja di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kaum muslimin kembali melaksanakan shalat di depan Ka‘bah, Abu Jahal tak dapat membendung emosinya. Seperti sudah kemasukan setan Abu Jahal hendak menginjak leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun lagi-lagi tindakan Abu Jahal ini terhenti. Ia terlihat ketakutan seolah melihat manusia bertubuh besar yang sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya inilah salah satu mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak disadari Abu Jahal akibat kebodohannya yang mengingkari hati nurani.

Salah satu hal yang menolak hidayah masuk kepada Abu Jahal adalah sikap fanatisme yang berlebihan di dalam hati. Walaupun tidak selamanya fanatisme itu bermakna negatif karena makna fanatisme itu terbagi 2 yakni bermakna positif dan negatif. Kalau fanatisme positif ia lebih ke loyalitas Sedangkan fanatisme negatif adalah fanatisme yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ

“Barangsiapa terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah.” (HR. Muslim, An-Nasa‘i dan Ibnu Majah)

Hadits ini bukanlah sebuah pujian tapi merupakan sebuah hinaan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bagi mereka yang terlalu mengedepankan fanatisme. Maka dari itu sahabat berhati-hatilah dengan fanatisme, terlalu fanatik dengan apapun yang tidak sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya karena hal ini bisa menggiring manusia ke Neraka. Orang yang terlalu fanatisme dengan golongannya, orang yang terlalu fanatisme dengan sukunya, orang yang terlalu fanatisme dengan kelompoknya, orang yang terlalu fanatisme dengan profesinya atau apapun itu sehingga karena fanatismenya yang luar biasa ini ia menolak kebenaran-kebenaran yang kemungkinan bisa datang dari luar kelompoknya, dan hal inilah yang dialami oleh Abu Jahal. Lalu seperti apakah fanatisme yang positif itu?

Fanatisme yang positif itu adalah loyalitas. Dan loyalitas ini hanya diperbolehkan di dalam agama kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau dengan Allah dan Rasul-Nya kita harus loyal walaupun nanti banyak orang yang mengatakan kita terlalu kolot seperti yang kita lihat di zaman sekarang ini. Betapa banyak orang yang memegang agama Islam ini justru dianggap orang yang kolot, seperti mengatakan “ah kamu sudah tidak modis lagi, rambut kamu indah tapi kok malah ditutupi jilbab”, naudzubillah min dzalik. Mereka yang mengatakan seperti hal ini tidak tahu bahwa mengenakan jilbab adalah hal yang diperintahkan dalam agama Islam. Maka ketika dia yang dianggap orang-orang kolot tadi tetap bersikukuh, bertekad dan tetap memegang teguh keyakinannya dengan tetap berhijab walaupun dia harus dihina orang, dikucilkan bahkan sampai harus dikeluarkan dari tempat kerjanya dan dia tetap teguh dengan keyakinannya, maka inilah yang dimaksud dengan fanatisme yang terpuji.

Inilah seorang Abu Jahal yang hatinya dipenuhi dengan kefanatikan yang berlebihan sehingga menutup pintu hidayah masuk ke dalam hatinya. Lalu apa saja tindakan selanjutnya yang akan dilakukan Abu Jahal untuk menghalangi syi‘ar Islam tersebar di kota Mekah sekaligus menghalangi dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?
Silahkan baca lanjutan kisahnya di Abu Jahal (Sang Fir‘aun Kaum Quraisy) - Part 2.

Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

share this article on

0 Response to "Abu Jahal (Sang Fir‘aun Kaum Quraisy) - Part 1"

Post a Comment