Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para sahabat dan pengunjung setia jaka adhitea blog, sebuah blog yang akan terus menyajikan lembaran-lembaran kisah tokoh dan peristiwa penting yang tersusun rapi dalam kekayaan sejarah Islam.
Kisah kali ini adalah lanjutan dari kisah sebelumnya di artikel Abu Jahal (Sang Fir’aun Kaum Quraisy) - part 1. Bagi yang belum membacanya silahkan terlebih dahulu membacanya disini. Bagi yang sudah membacanya mari kita simak lanjutan kisahnya.
Setelah berulang kali gagal menghentikan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Jahal pun menempuh cara lain dan ia pun tidak lagi fokus kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melainkan kepada para pengikutnya yang kebanyakan berasal dari golongan strata rendah. Maka Abu Jahal mulai melakukan penyisiran untuk menangkap pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak memiliki perlindungan diantaranya Bilal bin Rabah, Yasir dan Sumayyah binti Khayyat beserta anak mereka Amr bin Yasir yang biasa kita kenal dengan Keluarga Yasir. Keluarga Yasir menjadi sasaran empuk kebiadaban Abu Jahal yang menerima yang teramat kejam, mereka dipaksa untuk meninggalkan ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan kembali ke ajaran nenek moyang. Namun Sumayyah bertahan dengan sepenuh hati hingga mereka harus wafat sebagai syuhada pertama dalam Islam.
Sementara Amr bin Yasir yang tidak tahan dengan siksaan Abu Jahal terpaksa menyerah dan mengikuti kemauan Abu Jahal dengan tidak mengakui ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Abu Jahal pun merasa puas, kegembiraannya meluap setinggi langit setelah berhasil membuat Amr bin Yasir tidak berdaya. Abu Jahal tidak tahu bahwa ucapan Amr hanya sebatas di lisan, sementara di dalam hatinya tetap berpegang teguh pada keimanan yang telah melekat di relung hatinya.
Melihat kondisi keadaan kaum muslimin yang semakin tertindas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk hijrah ke negeri Habasyah agar dapat beribadah dengan tenang. Namun Abu Jahal tidak tinggal diam, ia berusaha mencegah kepergian kaum muslimin bahkan Abu Jahal sempat memukuli lagi Amr bin Yasir yang ingin ikut hijrah ke negeri Habasyah. Maka sekembalinya kaum muslimin dari negeri Habasyah, kota Mekah dirasakan semakin mencekam. kaum muslimin yang baru saja tiba, lagi-lagi harus menghadapi penindasan dari Abu Jahal.
Jika berbicara mengenai Abu Jahal walaupun nama aslinya Amr bin Hisyam perlu kita ketahui sebelum mendapat sebutan Abu Jahal, dia pernah mendapatkan panggilan kehormatan Abul Hakam. Amr bin Hisyam yang umurnya kurang lebih umurnya 25 tahun dia telah menempati posisi orang-orang senior, orang-orang, orang-orang yang penuh hikmah dan ilmu di kalangan masyarakat Quraisy.
Darun Nadwah yang merupakan tempat berkumpulnya tokoh-tokoh besar Quraisy Ketika mereka rapat menentukan banyak hal mereka di kehidupan mereka. Di Darun Nadwah itu disebutkan bahwa yang boleh duduk untuk rapat hanya tokoh penting dengan usia minimal 50 tahun, artinya orang yang bisa masuk ke Darun Nadwah hanya orang-orang yang telah benar-benar berilmu, tokoh dan berpengalaman. Tapi disebutkan bahwa Amr bin Hisyam telah berhasil diterima dan duduk bersama orang-orang senior itu saat berumur kurang lebih 25 tahun maka dia pun mendapat sebutan “Abul Hakam”. Potensi sebesar itulah yang seumpama dia gunakan dalam Islam maka akan menjadi istimewa tapi karena digunakan untuk kejahiliyahan maka yang terjadi namanya berubah menjadi Abu Jahal yaitu orang yang bodoh. Kenapa dia disebut orang bodoh? Ada yang menyebutkan dalam sebuah riwayat bahwa yang menyebutkan kata “Abu Jahal” adalah pamannya sendiri, Al Walid Al-Mughiroh.
Al Walid Al-Mughiroh sendiri pun sebenarnya sama saja dengan Abu Jahal yakni sama-sama menolak ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan diri bahwa beliau menerima wahyu, Amr bin Hisyam ini ternyata dia seringkali marah, lepas kontrolnya dan seringkali ucapan lisannya kasar. Sehingga kemudian disebut bahwa dia seperti orang bodoh maka disandangkanlah sebutan “Abu Jahal” dan Ini bukan sekedar orang bodoh bahkan bapaknya orang-orang yang bodoh.
Darun Nadwah yang merupakan tempat berkumpulnya tokoh-tokoh besar Quraisy Ketika mereka rapat menentukan banyak hal mereka di kehidupan mereka. Di Darun Nadwah itu disebutkan bahwa yang boleh duduk untuk rapat hanya tokoh penting dengan usia minimal 50 tahun, artinya orang yang bisa masuk ke Darun Nadwah hanya orang-orang yang telah benar-benar berilmu, tokoh dan berpengalaman. Tapi disebutkan bahwa Amr bin Hisyam telah berhasil diterima dan duduk bersama orang-orang senior itu saat berumur kurang lebih 25 tahun maka dia pun mendapat sebutan “Abul Hakam”. Potensi sebesar itulah yang seumpama dia gunakan dalam Islam maka akan menjadi istimewa tapi karena digunakan untuk kejahiliyahan maka yang terjadi namanya berubah menjadi Abu Jahal yaitu orang yang bodoh. Kenapa dia disebut orang bodoh? Ada yang menyebutkan dalam sebuah riwayat bahwa yang menyebutkan kata “Abu Jahal” adalah pamannya sendiri, Al Walid Al-Mughiroh.
Al Walid Al-Mughiroh sendiri pun sebenarnya sama saja dengan Abu Jahal yakni sama-sama menolak ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan diri bahwa beliau menerima wahyu, Amr bin Hisyam ini ternyata dia seringkali marah, lepas kontrolnya dan seringkali ucapan lisannya kasar. Sehingga kemudian disebut bahwa dia seperti orang bodoh maka disandangkanlah sebutan “Abu Jahal” dan Ini bukan sekedar orang bodoh bahkan bapaknya orang-orang yang bodoh.
Sementara kaum muslimin dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak ikut ke Habasyah semakin ditekan, mereka diboikot, diasingkan bahkan mereka tidak mendapatkan makanan. Kondisi yang memprihatikan dialami oleh banyak kaum muslimin termasuk anak-anak yang menderita kelaparan sebab Abu Jahal memperketat penjagaan agar kaum muslimin tidak mendapatkan bantuan dari siapapun yang akan mengirimkan makanan!! dan bagi siapapun yang terbukti memberikan makanan kepada umat muslim, maka tak ada ampunan baginya, Abu Jahal pasti akan memberikan hukuman kepada mereka.
Hingga 3 tahun lamanya aksi pemboikotan kepada kaum muslimin berakhir akibat surat perjanjian pemboikotan itu hancur dimakan rayap. Lagi-lagi upaya Abu Jahal untuk menghancurkan umat muslim mengalami kegagalan. Maka tak ada cara lain bagi Abu Jahal kali ini ia berencana untuk langsung menghabisi nyawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia sendiri yang mengusulkan dan memimpin langsung rencana pembunuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapan para pemimpin kabilah Quraisy lainnya. Abu Jahal juga mengusulkan agar kabilah-kabilah Quraisy untuk mengirimkan para pemuda untuk mengeksekusi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka di suatu malam tepat sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, Abu Jahal memimpin para pemuda Quraisy untuk mengepung rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tapi ternyata Allah telah membutakan penglihatan mereka hingga tak ada satupun dari mereka yang mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumahnya bahkan beliau sempat menaburkan pasir di atas kepala mereka. Berkaitan dengan peristiwa inilah maka turunlah sebuah ayat yang menjadi asbabun nuzul firman Allah ini, dimana Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
”Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS. Al-Anfal : 30)
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas]
Abu Jahal dan orang-orang yang mengepung terus menunggu waktu yang tepat hingga datang seorang lelaki yang menghampiri mereka dan mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah pergi melewati mereka. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki tersebut maka Abu Jahal pun langsung memeriksa masuk ke dalam rumah, tapi yang ia dapati hanyalah Ali bin Abi Thalib yang sedang tidur. Abu Jahal yang semakin penasaran segera mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke rumah sahabat dekatnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Namun ia pun juga tidak berhasil menemukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maupun Abu Bakar, ia hanya menjumpai putrinya yakni Asma binti Abu Bakar.
Abu Jahal semakin naik pitam iapun segera melakukan pengejaran hingga ke gua Tsur, namun Abu Jahal tak yakin bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di gua tersebut karena di dalam mulut gua yang terdapat sarang laba-laba. Padahal sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar bersembunyi di dalam gua Tsur bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Akhirnya Abu Jahal kembali ke Mekah dengan tangan kosong, rencana untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar gagal total.
Kalau seandainya kita dihadapkan pada suatu perkara, bagaimana kita menilai perkara itu. Haruskah kita mengedepankan akal atau mengedepankan perasaan?
Jawabannya keduanya tidak benar di dalam agama.
Mengapa bisa begitu?
Karena kalau seseorang mendahulukan akal untuk menilai suatu perkara, dia akan menerima semua yang hanya masuk di akal saja. Begitu juga dengan mendahulukan perasaan, maka dia akan menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya saja.
Di dalam agama ini sebuah perkara dinilai bukan dari akal dan perasaan akan tetapi dinilai dari dalil. Dinilai dari apa kata Allah dan Rasul-Nya. Contohnya disaat Allah melarang meminum khamr yang memabukkan. Jika dinilai dari akal tidak sepenuhnya khamr itu buruk, karena khamr bisa menghangatkan badan di saat musim dingin, bahkan bisa mempercepat kerja jantung sehingga peredaran darah bisa lancar. Itu yang terjadi jika kita lebih mendahulukan akal, maka tidak ada masalah kita minum khamr yang penting tidak sampai mabuk, sebatas minum hanya sebatas takaran yang menyehatkan badan. Tapi apakah agama mengatakan seperti itu? Jawabannya adalah tidak karena agama menegaskan bahwa apa-apa yang memabukkan, sedikit apapun bahkan setetes pun diharamkan.
Jawabannya keduanya tidak benar di dalam agama.
Mengapa bisa begitu?
Karena kalau seseorang mendahulukan akal untuk menilai suatu perkara, dia akan menerima semua yang hanya masuk di akal saja. Begitu juga dengan mendahulukan perasaan, maka dia akan menerima sesuatu yang menyenangkan hatinya saja.
Di dalam agama ini sebuah perkara dinilai bukan dari akal dan perasaan akan tetapi dinilai dari dalil. Dinilai dari apa kata Allah dan Rasul-Nya. Contohnya disaat Allah melarang meminum khamr yang memabukkan. Jika dinilai dari akal tidak sepenuhnya khamr itu buruk, karena khamr bisa menghangatkan badan di saat musim dingin, bahkan bisa mempercepat kerja jantung sehingga peredaran darah bisa lancar. Itu yang terjadi jika kita lebih mendahulukan akal, maka tidak ada masalah kita minum khamr yang penting tidak sampai mabuk, sebatas minum hanya sebatas takaran yang menyehatkan badan. Tapi apakah agama mengatakan seperti itu? Jawabannya adalah tidak karena agama menegaskan bahwa apa-apa yang memabukkan, sedikit apapun bahkan setetes pun diharamkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun akhirnya tiba di kota Madinah dan membangun peradaban baru bersama kaum muslimin. Sampai setahun kemudian kaum Quraisy tiba-tiba dikejutkan dengan dicegatnya sebuah kabar kafilah dagang Quraisy pimpinan Abu Sufyan bin Harb dicegat oleh kaum muslimin. Abu Jahal yang mendengar kabar ini segera memanfaatkan kesempatan ini untuk menggerakkan masyarakat Mekah agar membalas tindakan kaum muslimin.
Akhirnya terkumpullah pasukan yang siap berangkat ke lembah Badar. Tetapi sesampainya di Badar suasana sudah kembali menjadi tenang karena antara kaum muslimin dan kalifah dagang Quraisy tidak ada lagi perselisihan. Di saat Kaum Quraisy ingin kembali ke Mekah, Abu Jahal justru datang untuk mencegahnya. Ia terus menghasut kaum Quraisy untuk mengurungkan niat mereka untuk kembali ke Mekah dan peperangan harus terus berjalan karena inilah satu-satunya kesempatan untuk mengakhiri umat Islam.
Kesombongan telah menguasai Abu Jahal dengan 1000 pasukan bersenjata lengkap ia sangat yakin dapat menghabisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan umat Islam yang saat itu hanya berjumlah 300 orang. Namun di lembah Badar inilah peperangan perdana antara kaum muslimin dan kaum Quraisy, Allah subhanahu wa ta‘ala menunjukkan kuasa-Nya.
Abu Jahal sang pimpinan kaum Quraisy yang begitu yakin dapat menghabisi kaum muslimin justru menjadi kewalahan. Apalagi kaum muslimin begitu mengincarnya karena kebenciannya yang begitu besar terhadap Islam. Akan tetapi Abu Jahal tetaplah Abu Jahal, meskipun keadaannya telah terjepit sekalipun, kesombongannya tetap ia tunjukkan dan tidak ada sedikitpun kalimat yang menunjukkan bahwa ia menyerah. Bahkan Hingga datang Abdullah bin Mas‘ud untuk meregang nyawanya, Abu Jahal sang Fir‘aun di umat ini masih saja menunjukkan kesombongannya. Namun Allah subhanahu wa ta‘ala telah menghendaki agar tidak mematikan Abu Jahal seketika. Allah menjadikannya terkapar dalam keadaan paham dan sadar untuk memperlihatkan pada kedua matanya apa yang membuat di sampai kepada derajat yang rendah dan hina terlebih lagi ia dihabisi oleh orang yang dulunya ia tindas yakni Abdullah bin Mas‘ud.
Abdullah bin Mas‘ud berdiri di atas dada Abu Jahal, menginjaknya serta memukulnya dengan sekuat tenaga. Ia membangkitkan amarah Abu Jahal seraya mengabarkan bahwa kemenangan telah ditetapkan untuk umat Islam dan kekalahan serta kehinaan telah ditetapkan pada orang yang berpihak pada kaum musyrikin.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!!!
Demikianlah kisah tokoh dan sejarah Islam ini admin akhiri, dan hendaknya kita selalu bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah kehidupan mereka hingga generasi kita selanjutnya serta tidak melupakan kisah dan sejarah kehidupan mereka yang mulai luntur tertelan kemajuan zaman. Nantikan peristiwa penting dan kisah tokoh dan sejarah islam lainnya hanya di Jaka Adhitea Blog.
Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.....
share this article on
0 Response to "Abu Jahal (Sang Fir’aun Kaum Quraisy) - Part 2"
Post a Comment