Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para sahabat dan pengunjung setia Jaka Adhitea Blog, sebuah blog yang akan terus menyajikan lembaran-lembaran kisah tokoh dan peristiwa penting yang tersusun rapi dalam kekayaan sejarah Islam.
Kisah kali adalah lanjutan dari kisah sebelumnya di Sa‘ad Bin Abi Waqqash (Sang Pemanah Jitu Pilihan Rasulullah SAW) - Part 1, Bagi yang belum membacanya silahkan baca dulu disini. Bagi yang sudah membacanya, mari kita baca lanjutan kisahnya.
Totalitas Sa‘ad bin Abi Waqqash menjadi seorang muslim tidak tanggung-tanggung. Ia selalu berada di barisan terdepan saat melihat Islam direndahkan di depan matanya. Sejarah mencatat ia menjadi orang pertama yang menumpahkan darah akibat membela diri dari perlawanan musuh. Pengorbanannya terhadap Islam dan Nabi-Nya terus ia tunjukkan terutama saat umat muslim menghadapi serangan musuh di perang Uhud tahun ketiga Hijriah. Saat itu muslimin yang hampir saja memenangkan pertempuran berbalik mendapat tekanan akibat kesalahan fatal sebagian pasukan muslimin. Muslimin kian terjepit di medan peperangan, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjadi incaran musuh.
Namun perang ini juga menjadi ajang pembuktian siapa saja yang benar-benar siap berada di barisan terdepan dalam membela agama Allah terutama dalam kondisi terjepit, termasuk diantaranya Sa‘ad bin Abi Waqqash. Keahlian memanah yang dimilikinya ia gunakan untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari serangan musuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi jaminan ayah dan ibunya agar Sa‘ad bin Abi Waqqash memanah musuh yang hendak menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah jaminan yang tidak pernah diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat lain.
Begitu melihat Sa‘ad bin Abi Waqqash datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan anak panah di tangan Sa‘ad bin Abi Waqqash seraya mengatakan, “wahai Sa‘ad panahlah mereka, tebusanku adalah ibuku dan ayahku.” Kalimat ini mempunyai makna aku pertaruhkan ayah dan ibuku untuk dirimu. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan dua orang tuanya sekaligus yang dijadikan sebuah jaminan pengorbanan untuk memuji seseorang kecuali Sa‘ad bin Abi Waqqash.
Sepenuh jiwa dan raga Sa‘ad bin Abi Waqqash mengabdikan dirinya untuk Islam. Hingga di Madinah ketika keselamatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terancam oleh serangan musuh Sa‘ad bin Abi Waqqash begitu memperhatikan keselamatan sang Nabi pembawa risalah. Ia rela tidak tidur di malam hari demi menjaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari ancaman musuh.
Kesungguhan Sa‘ad bin Abi Waqqash dalam membela Islam, menuai berbagai pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa riwayat menyebutkan tidak hanya sekali saja Rasulullah menyebut Sa‘ad bin Abi Waqqash sebagai seorang ahli Surga. Salah seorang sahabat sampai merasa heran mengapa Sa‘ad sering disebut-sebut ahli Surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia pun mengikuti gerak-gerik Sa‘ad untuk mengetahui amalan apa yang mengantarkan Sa‘ad bin Abi Waqqash sampai ke Surga.
Jika yang ditanya adalah Sa‘ad bin Abi Waqqash tentang amalan yang mengantarkannya ke Surga maka ia akan menjawab, “tidaklah saya tidur di malam hari dengan menyimpan kebencian dan dendam pada saudara saya. Siapa pun termasuk orang yang menyakiti saya tadi siang, orang yang sepanjang hari menyakiti, melukai, mencederai, membicarakan aib saya, asal saya tidur di malam hari tidak membawa kebencian itu.”
Maka dari itu sahabat, jika kita bukan orang yang mudah dendam, mudah memaafkannya bahkan tidak tidur dengan membawa dendam kepada orang lain maka ini kita sedang meniru apa yang dilakukan sang ahli Surga yaitu Sa‘ad bin Abi Waqqash.
Maka dari itu sahabat, jika kita bukan orang yang mudah dendam, mudah memaafkannya bahkan tidak tidur dengan membawa dendam kepada orang lain maka ini kita sedang meniru apa yang dilakukan sang ahli Surga yaitu Sa‘ad bin Abi Waqqash.
Selain memiliki kelapangan jiwa, Sa‘ad bin Abi Waqqash juga memiliki do‘a yang makbul. Sebab Sa‘ad sendiri yang meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mendoakannya agar ia memiliki doa yang selalu dikabulkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan agar Sa‘ad senantiasa memakan makanan yang halal hingga doanya mudah diterima Allah subhanahu wa ta‘ala.
Modal keahlian dalam bertempur dan kebersihan jiwa serta do‘a yang makbul mengantarkan Sa‘ad bin Abi Waqqash pada kebesarannya di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat itu muslimin tengah menebarkan hidayah Islam di sekitar wilayah Jazirah Arab, termasuk diantaranya negara adidaya Persia negeri yang selama berabad-abad tidak bisa ditaklukkan kini harus dihadapi muslimin. Maka berangkatlah khalifah Umar memimpin pasukan menuju Irak untuk mengalahkan Imperium Persia, namun beberapa sahabat memiliki pertimbangan lain. Mereka beranggapan agar khalifah Umar tidak usah memimpin peperangan demi menjaga kelangsungan kekhalifahan Islam. Muslimin pun akhirnya sepakat untuk mencari pimpinan pasukan dalam melawan Persia dan setelah melakukan diskusi dan analisis panjang akhirnya mereka sepakat memilih Sa‘ad bin Abi Waqqash sang singa yang keluar dari kandangnya.
Dengan keahliannya ia atur strategi yang matang dalam menghadapi kekuatan besar Persia. Namun di medan Qadisiyah Sa‘ad bin Abi Waqqash malah menderita sakit yang parah selama memimpin pertempuran. Sakitnya sang panglima perang ditakutkan menjadi penghambat muslimin dalam mencapai keberhasilan melawan Persia, sebab kondisi fisik sang panglima yang begitu sulit terjun ke lapangan. Meskipun begitu dengan keterbatasannya, seluruh tenaga dikerahkan Sa‘ad bin Abi Waqqash agar pertempuran tetap berjalan sesuai rencana.
Strategi demi strategi terus dilancarkan, hingga puncaknya di tahun 15 Hijriah kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran besar Qadisiyah yang menjadi penentu kejatuhan Imperium Persia.
Mari belajar dari orang mulia Sa‘ad bin Abi Waqqash. Dia tidak bisa terjun langsung ke medan perang bersama pasukannya, dia berteriak hanya dengan menggunakan takbir, berkoordinasi memanggil para pemimpin di berbagai sisi. Justru dengan itulah ia mengatur pasukannya, orang dengan kekurangan fisik dan dalam keadaan sakit tapi tetap berkarya dan berprestasi di jalan Allah subhanahu wa ta‘ala dengan keterbatasan fisiknya.
Maka tidakkah ini menjadi sebuah pelajaran bagi mereka-mereka yang diberikan Allah berupa fisik yang sempurna dan fisik yang sehat. Maka kemana kita dengan prestasi itu dan kemana kita dengan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta‘ala.
Maka tidakkah ini menjadi sebuah pelajaran bagi mereka-mereka yang diberikan Allah berupa fisik yang sempurna dan fisik yang sehat. Maka kemana kita dengan prestasi itu dan kemana kita dengan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta‘ala.
Setelah Persia berhasil ditaklukkan khalifah Umar mempercayakan Sa‘ad bin Abi Waqqash untuk memimpin dan mengawal wilayah Kuffah. Di sana Sa‘ad sang ahli Surga mengabdikan dirinya untuk menguatkan pondasi negara dan aqidah masyarakat Kuffah. Ketika sampai pada tahun 55 Hijriah Sa‘ad bin Abi Waqqash wafat di usia yang ke 82 tahun. Kepergian Sa‘ad bin Abi Waqqas menjadi penutup catatan 10 sahabat yang dijamin masuk Surga sebab ia orang terakhir yang wafat di antara 10 orang ini, rahimahullah Sa‘ad bin Abi Waqqash.
Demikianlah kisah Sa‘ad Bin Abi Waqqash (Sang Pemanah Jitu Pilihan Rasulullah SAW) ini admin akhiri. Nantikan kisah Tokoh Dan Sejarah Islam lainnya hanya di Jaka Adhitea Blog. Barakallahu fiikum...
Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
share this article on
0 Response to "Sa‘ad Bin Abi Waqqash (Sang Pemanah Jitu Pilihan Rasulullah SAW) - Part 2"
Post a Comment