Bilal bin Rabah (Sang Penyeru Seruan Langit) - Part 1

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang bagi para sahabat dan pengunjung setia Jaka Adhitea Blog. Kali ini admin akan kembali hadir menyajikan rangkaian catatan tokoh-tokoh yang tercatat dalam sejarah Islam agar tidak tenggelam ditelan oleh kemajuan zaman.


Sahabat mulia yang satu ini tak pernah disebut-sebut di kalangan kaum Quraisy karena dia memang bukan siapa-siapa. Namun kekuatan iman dan ketegarannya dalam menghadapi tantangan dilaluinya dengan ketabahannya yang luar biasa, demi mempertahankan keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Ia bahkan menjadi teladan dalam sebuah perjuangan mempertahankan aqidah, dialah Bilal bin Rabah.


Bilal dilahirkan di Mekkah sekitar 43 tahun sebelum Hijriah, tak ada sedikitpun kemuliaan nasab yang mengalir dalam darahnya. Ia dilahirkan dari pasangan budak asal negeri Habasyah, ayahnya bernama Rabah sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekkah. Karena ibunya ini sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan Ibnu Saudah atau putra wanita hitam. Semenjak lahir Bilal mengemban nasib tak pernah menjadi manusia merdeka. Bilal dibesarkan sebagai sebagai seorang budak milik bani Abduddar yang juga seorang Quraisy yang kaya raya bernama Abdullah bin Jad‘an. Saat ayah sang majikan meninggal, ia kemudian diwariskan kepada anaknya dan menjadi budak Umayyah bin Khalaf seorang tokoh penting kaum kafir Quraisy.

Inilah Bilal bin Rabah seorang budak kulit hitam yang tidak memiliki apa-apa kecuali mengabdi pada tuannya, diperlakukan seperti barang yang bisa diwariskan dan diperjual-belikan. Namun cahaya iman yang menerangi kalbunya, mengubah sosok yang bukan siapa-siapa menjadi tokoh penting yang kelak berhasil menorehkan tinta emas di dalam sejarah Islam.

Suatu saat Bilal radhiallahu ‘anhu masuk ke dalam Ka‘bah dan orang-orang Quraisy tidak tahu. Kemudian Bilal meludahi salah satu patung yang ada di situ sambil berkata, “terkutuklah siapa yang menyembahmu, hinalah penyembahmu.”

Begitu orang-orang Quraisy tahu maka mereka marah dan mereka tahu bahwa Bilal adalah salah seorang budak dari budaknya Abdullah bin Jad‘an tapi tidak tahu dengan nama Bilal. Orang-orang datang berteriak-teriak ke rumah Abdullah bin Jad‘an dan menceritakan tentang perilaku budaknya. Karena Abdullah bin Jad‘an memiliki banyak budak maka ia pun bertanya, budak mana yang dipermasalahkan. Maka orang-orang pun mencari satu-persatu sampai mereka melihat wajah Bilal yang tadi melarikan diri lalu mereka serahkan kepada Abdullah bin Jad‘an yang kemudian oleh Abdullah bin Jad‘an diserahkan kepada pembesar-pembesar Quraisy.

Maka sejak saat itulah Bilal bin Rabah radhiallahu ‘anhu menjadi budak yang berada di bawah kendali Umayyah bin Khalaf karena sudah diserahkan oleh sang majikan karena Abdullah bin Jad‘an tidak mau ada urusan dengan para pembesar Quraisy.

Di tangan majikan yang baru Umayyah bin Khalaf, Bilal diserahkan agar ia menerima balasan atas perbuatannya. Sedikitpun Bilal tidak takut, ia justru terang-terangan menampakkan keislamannya. Baginya, sang majikan boleh saja memiliki raganya tapi tidak bagi jiwa yang sudah ia hambakan kepada Allah semata.

Sebagai seorang budak tokoh Quraisy, Bilal dengan tekun mengerjakan perintah dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Setiap hari Bilal menggembalakan kambing milik sang majikan di sekitar Mekkah, semua itu dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa mengeluh. Bertahun-tahun bekerja sebagai penggembala kambing, Allah kemudian berkenan mengubah sejarah hidupnya. Hingga pada suatu hari saat menggembala kambing Bilal bertemu seseorang yang belum pernah dikenalnya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah pertemuan yang mengubah jalan hidupnya yang dari hanya seorang budak menjadi tokoh penting yang dihormati dan disegani.

Saat itu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “wahai penggembala kambing apakah kamu bisa memberi kami susu?”

Bilal mengatakan, “ada, tapi kambing ini untuk saya jadi ini adalah jatah saya.”

Nabi kembali berkata, “coba berikan kesini.”

Lalu dibawalah oleh Bilal kambing yang mau dia perah untuk dirinya sendiri untuk dibawa ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian diperahlah oleh beliau dan seperti biasa dalam banyak peristiwa dengan do‘a beliau makanan dan minuman yang tadinya sedikit menjadi banyak serta penuh keberkahan.

Maka Nabi memerah susu dan meminumnya, beliau perah lagi dan diberikan pada sahabat lainnya dan terakhir diberikan kepada Bilal bahkan di kambing tadi masih tersisa susu seakan-akan belum diperah. Di saat itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa maukah engkau mengikuti aku karena aku adalah Nabi dan Rasul. Lalu terjadilah perbincangan dengan Bilal dan kemudian Bilal menyatakan diri masuk Islam saat itu juga.

Ada hal yang menarik yaitu bahwa Bilal radhiallahu ‘anhu dengan posisinya sebagai budak dia mempunyai hati yang bersih dan itu modal hidayah yang sangat penting karena hidayah turun di hati seseorang. Hati itu adalah tempat hidayah maka saat hatinya menyala dan nuraninya hidup seperti Bilal bin Rabah yang bahkan seorang budak yang tidak dianggap sekalipun, saat cahaya Allah itu datang maka akan mudah sekali masuk ke hati seseorang. Seperti halnya Bilal yang penuh dengan rasa saat dia diminta dan dipaksa oleh orang-orang Quraisy untuk menyiksa keluarga Yasir yang saat itu sudah memeluk Islam, Bilal tidak mau melakukannya. Bilal mempunyai nurani, ia tahu siapapun Ammar, Yasir dan Sumayyah mereka adalah manusia yang harus diperlakukan dengan baik.


Bilal pun mengatakan saat melihat kambing yang diperah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Bilal tahu bahwa dia bukanlah sembarang orang, ini orang dengan keberkahan, tangannya pun tangan yang berkah. Maka kemudian Allah subhanahu wa ta‘ala memberikan hidayah kepada Bilal dengan mudah dan itu merupakan jawaban bahwa seseorang yang berhati baik, bersih dan memang siap menerima hidayah Allah subhanahu wa ta‘ala maka hidayah pun turun ke hati.

Sejak saat itu Bilal termasuk segelintir orang Mekkah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagai seorang budak yang harus mentaati perintah majikannya, jiwa Bilal berontak dan secara tegas menolak perintah majikannya untuk berlaku kejam kepada sesama. Sikap Bilal Inilah yang justru membuat berang majikannya dan tokoh-tokoh musyrik lainnya.

Penyiksaan besar-besaran dilakukan terhadap para budak dan kaum muslimin yang berstrata rendah, tidak terkecuali Bilal bin Rabah agar mereka kembali menganut kepercayaan kepada berhala-berhala Mekkah. Bilal menerima penganiayaan dan penyiksaan lebih berat dari siapapun, namun ia tetap tegar dan tabah serta tetap teguh terhadap keyakinannya. Siksaan terus ia terima sampai akhirnya ia ditebus Abu Bakar Ash-Shiddiq dari tangan sang majikan, Bilal pun menjadi manusia merdeka yang hanya menghamba pada Allah subhanahu wa ta‘ala.

Bilal kemudian dibeli oleh Abu Bakar As-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan kita tahu bahwa beliau di dalam kehidupan sehari-harinya di Mekkah mengeluarkan harta yang tidak kecil untuk membeli budak-budak yang kemudian diislamkan dan ini adalah kemuliaan seorang Abu Bakar Ash Shiddiq dengan hartanya ia berjihad fisabilillah. Inilah seorang Bilal, dia memang hanya seorang budak tapi dia mempunyai harga diri sebagai seorang muslim dan seorang muslim memang harus begitu karena Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. ” (QS. Ali Imran : 139)

Mungkin Bilal seorang budak yang belum dimerdekakan tetapi dia adalah orang beriman tapi dia tinggi dan mulia di sisi Allah, karenanya jangan merasa hina, jangan merasa rendah dan jangan merasa sedih.

Maka di saat umat Muslim tidak dapat hidup nyaman dalam mempertahankan keimanannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membimbing umatnya agar hijrah ke negeri Habasyah, negeri dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjamin keselamatan umat muslimin dari perlindungan Raja yang adil, inilah negeri leluhur Bilal bin Rabah.

Lalu bagaimana nasib Bilal beserta umat muslimin lainnya di negeri Habasyah ?
Silahkan baca lanjutan kisahnya di Bilal bin Rabah (Sang Penyeru Seruan Langit) - Part 2...

Wassalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

share this article on

0 Response to "Bilal bin Rabah (Sang Penyeru Seruan Langit) - Part 1"

Post a Comment