Tambahan Lafadz Adzan Saat Hujan


Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, pagi ini admin Jaka Adhitea blog kembali menyajikan embun-embun ilmu dalam luasnya khazanah islam.

Pada dasarnya umat muslim diwajibkan untuk shalat berjama‘ah di masjid. Tapi bagaimana jika hujan turun? Ya, kita bisa menggunakan payung dan alat lainnya agar bisa berjalan menuju masjid. Tapi jika jalanan becek, banyak air tergenang terlebih lagi banjir, semua hal tersebut bisa mengurangi kesucian dari pakaian yang kita kenakan. Karena bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah sucinya pakaian.

Tapi di zaman Rasulullah ada tambahan lafadz adzan yang menganjurkan umat muslim untuk mengerjakan shalat di rumahnya masing-masing di saat cuaca sedang hujan. Mau penjelasannya lebih lanjut, mari kita kaji lebih dalam lagi tema berikut ini....

Diantara sunah yang hampir tidak kita jumpai di masyarakat adalah tambahan lafadz adzan ketika hujan. Sebenarnya mungkin banyak tokoh masyarakat yang mengenalnya. Apalagi penjelasan tentang tambahan lafadz adzan ini sangat mudah di dapatkan dan banyak disebutkan di buku-buku fikih. Namun mengingat lafadz adzan tambahan semacam ini jarang dikenal masyarakat, sehingga dianggap asing atau bahkan ajaran sesat. Sehingga muadzin enggan melantunkan lafadz itu ketika adzan, karena bisa jadi masyarakat akan menilainya sebagai orang sesat.

Terdapat banyak riwayat yang menunjukkan adanya perbedaan antara lafadz adzan biasa dengan lafadz adzan ketika hujan. berikut beberapa sahabat meriwayatkan hadits yang menunjukkan hal tersebut.

Pertama, diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar.

أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِى آخِرِ نِدَائِهِ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِى السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ

bahwa ia menyeru shalat pada malam yang sangat dingin dan hujan angin, di akhir seruannya ia berkata; “Alaaa tushalluu fii rihaalikum, 'Alaa tushalluu fir rihaal, (Tidak sebaiknyakah kalian shalat di persinggahan kalian, tidak sebaiknyakah kalian shalat di persinggahan kalian?)” Kemudian katanya; “Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga pernah menyuruh mu'adzinnya jika malam sangat dingin atau terjadi hujan, yaitu ketika safar untuk mengumandangkan 'Alaa tushalluu fii rihaalikum (Tidak sebaiknyakah kalian shalat di persinggahan kalian?).”
(HR. Muslim dan Abu Daud)



Kedua, diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berpesan mu’adzin pada saat turun hujan,

إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ 

jika engkau telah mengucapkan “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan Rasulullah,” maka janganlah kamu mengucapkan “Hayya alash shalaah,” namun ucapkanlah shalluu fii buyuutikum (Shalatlah kalian di persinggahan kalian).” Abdullah bin Abbas berkata; Ternyata orang-orang sepertinya tidak menyetujui hal ini, lalu ia berkata; “Apakah kalian merasa heran terhadap ini kesemua? Padahal yang demikian pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Shalat jum'at memang wajib, namun aku tidak suka jika harus membuat kalian keluar sehingga kalian berjalan di lumpur dan comberan.” (HR. Bukhari-Muslim)



Lalu dimanakah letak lafadz tambahan adzan saat hujan turun tersebut?

Berdasarkan riwayat pertama dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu lafadz tersebut diucapkan setelah selesai adzan. Dan jika dilihat dari hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas lafadz tambahan diucapkan untuk menggantikan lafadz ‘hayya ‘alas shalaah’.

Ketika menjelaskan hadits Ibnu Abbas, an-Nawawi mengatakan,

وفي حديث بن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ يَقُولَ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ فِي نَفْسِ الْأَذَانِ وَفِي حديث بن عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ وَالْأَمْرَانِ جَائِزَانِ نَصَّ عَلَيْهِمَا الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْأُمِّ فِي كِتَابِ الْأَذَانِ وَتَابَعَهُ جُمْهُورُ أَصْحَابِنَا فِي ذَلِكَ

“Dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, muadzin mengucapkan ’Alaa shollu fii rihalikum’ di tengah adzan. Sedangkan dalam hadits Ibnu Umar, beliau mengucapkan lafadz ini di akhir adzannya. Kedua cara seperti ini dibolehkan, sebagaimana ditegaskan Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitab al-Umm pada Bab Adzan, dan diikuti oleh mayoritas ulama madzhab kami (syafi’iyah).” (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207)

Lebih lanjut, an-Nawawi menganjurkan agar dilakukan setelah adzan. Beliau mengatakan:


فَيَجُوزُ بَعْدَ الْأَذَانِ وَفِي أَثْنَائِهِ لِثُبُوتِ السُّنَّةِ فِيهِمَا لَكِنَّ قَوْلَهُ بَعْدَهُ أَحْسَنُ لِيَبْقَى نَظْمُ الْأَذَانِ عَلَى وَضْعِهِ

“Lafadz ini boleh diucapkan setelah adzan maupun di tengah-tengah adzan, karena terdapat dalil untuk kedua bentuk adzan ini. Akan tetapi, sesudah adzan lebih baik, agar lafadz adzan yang biasa diucapkan, tetap ada.” (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207)

Dan semoga bahasan kali ini bisa menambah wawasan kita agar kita bisa lebih selektif, berhati-hati serta tidak terlalu cepat dalam memberikan statemen terhadap sesuatu yang asing bagi kita, apakah itu aliran sesat atau justru sunnah yang telah lama kita lupakan dan kita tinggalkan.

Barakallahu fiikum

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh...


share this article on

0 Response to "Tambahan Lafadz Adzan Saat Hujan"

Post a Comment